Jadi Orang Terkaya di Indonesia, Harta Prajogo Pangestu Bertambah Rp162 Juta per Detik
Berdasarkan lama Forbes realtime, Prajogo merupakan konglomerat berkewarganegaraan Indonesia yang menempati urutan 26 sebagai orang terkaya di dunia.
Harta Kekayaan Prajogo hingga Selala (5/12) tembus USD48,5 miliar atau setara Rp743 triliun dengan kurs Rp15.504 per dolar Amerika.
Jadi Orang Terkaya di Indonesia, Harta Prajogo Pangestu Bertambah Rp162 Juta per Detik
Jadi Orang Terkaya di Indonesia, Harta Prajogo Pangestu Bertambah Rp162 Juta per Detik
Untung rugi triliunan rupiah bagi konglomerat merupakan siklus hidup yang lazim dialami. Namun, pernahkah Anda mengira berapa banyak kenaikan harta kekayaan para konglomerat dalam sehari?
Prajogo Pangestu mungkin satu dari para konglomerat dunia yang terbiasa untung triliunan rupiah dalam sehari.
Berdasarkan lama Forbes realtime, Prajogo merupakan konglomerat berkewarganegaraan Indonesia yang menempati urutan 26 sebagai orang terkaya di dunia.
Harta Kekayaan Prajogo hingga Selala (5/12) tembus USD48,5 miliar atau setara Rp743 triliun dengan kurs Rp15.504 per dolar Amerika.
Nilai kekayaan Prajogo Selasa (5/12) meningkat USD910 juta atau setara Rp14,08 triliun dalam sehari. Itu berarti, dalam satu detik kekayaan Prajogo naik sekitar Rp162 juta. Hitungannya Rp14 triliun dibagi 86.400 Detik
Kekayaan yang dimiliki oleh taipan yang lahir pada tanggal 13 Mei 1944 di Bengkayang, Kalimantan Barat, tidaklah mudah. Dia tumbuh di keluarga sangat miskin. Orang tuanya merupakan pedagang karet kecil. Pekerjaan orang tuanya itu tak mampu mengantarkan Prajogo untuk menempuh pendidikan SMA.
Tidak ingin terkungkum kemiskinan, Prajogo merantau ke Jakarta demi mendapat kehidupan yang lebih baik.
Namun, jalan menuju kelayakan hidup belum juga direngkuhnya. Prajogo tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Kalimantan.
Untuk menyambung hidup, Prajogo bekerja sebagai sopir angkot. Pekerjaan itu dia lakoni pada tahun 1960. Pekerjaan sopir angkot itu menjadi sebuah batu loncatan dalam kehidupannya. Saat sedang menjadi sopir, Prajogo bertemu dengan pria yang bernama Bon Sun On atau dikenal dengan nama Burhan Uray. Pria tersebut berprofesi sebagai pengusaha kayu asal Malaysia. Pertemuan itulah yang kemudian mengubah kehidupannya.
Dia kemudian bekerja sebagai karyawan dari Burhan Uray yang dikenal sebagai pendiri dari PT Djajanti Group di tahun 1969. Tujuh tahun bekerja di sana dengan keras, Burhan Uray mengangkat Prajogo sebagai General Manager (GM) di Pabrik Plywood Nusantara yang berada di Gresik, Jawa Timur.
Prajogo mencoba menjalankan bisnisnya sendiri. Langkah pertama yang dia ambil yaitu meminjam modal melalui BRI untuk membeli perusahaan kayu bernama CV Pacific Lumber Coy. Perusahaan tersebut kala itu sedang mengalami kesulitan keuangan.
CV Pacific Lumber Coy pun sepenuhnya milik Prajogo. Berbekal pengalaman yang dia miliki dan insting bisnis yang baik, CV tersebut berganti nama menjadi PT Barito Pacific.
Kala itu perusahaan berhasil memiliki hak konsesi hingga 6 juta hektare di seluruh Indonesia. Produk yang dihasilkan perusahan tersebut yaitu plywood, blockboard, particle board, dan woodworking product. Produknya juga diekspor ke luar negeri seperti Eropa dan Amerika.
Barito Pacific berkembang pesat. Di zaman pemerintahan presiden Soeharto, Prajogo banyak bekerja sama dengan perusahaan dari anak-anak dan kolega dari Soeharto.
Dengan begitu, bisnisnya semakin berkembang dan melebar ke sektor lainnya selain pengolahan kayu yaitu properti, petrokimia dan minyak sawit mentah. Tak heran jika saat itu Prajogo sudah dikenal sebagai salah satu pengusaha terkaya di Indonesia.