ESDM: Masyarakat pikir energi fosil murah karena dimanjakan subsidi
Padahal, harga energi fosil terbilang mahal jika tanpa disubsidi. Di sisi lain, keberadaan Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi terabaikan dan terkesan lebih mahal dibanding energi fosil.
Direktur Aneka Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Maritje Hutapea menyayangkan langkah pemerintah terdahulu yang kerap memanjakan masyarakat untuk sektor energi fosil melalui subsidi bahan bakar minyak (BBM). Hal ini secara tidak langsung membuat masyarakat berpikir jika harga energi fosil sangat murah.
Padahal, harga energi fosil terbilang mahal jika tanpa disubsidi. Di sisi lain, keberadaan Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi terabaikan dan terkesan lebih mahal dibanding energi fosil.
-
Dimana BPH Migas membahas isu penyaluran BBM bersubsidi? Demikian dikemukakan Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim dalam Stakeholder Meeting mengenai Pendistribusian BBM Subsidi di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (18/9/2024).
-
Apa saja yang dilakukan BPH Migas untuk memudahkan masyarakat memanfaatkan BBM subsidi? Di samping itu, dalam rangka mempermudah masyarakat dalam memanfaatkan BBM subsidi dan kompensasi, BPH Migas telah mengeluarkan Peraturan BPH Migas Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP), dan Peraturan BPH Migas Nomor 1 Tahun 2024 tentang Penyaluran JBT dan JBKP pada Sub Penyalur di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar atau Terpencil.
-
Apa yang menjadi fokus pengawasan BPH Migas terkait penyaluran BBM bersubsidi? "Penyaluran BBM bersubsidi harus tepat sasaran. Ingatlah bahwa penyalahgunaan BBM bersubsidi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merugikan masyarakat banyak," tegas Halim.
-
Kenapa BPH Migas menekankan pentingnya pengawasan pada penyaluran BBM bersubsidi? Penyaluran Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) merupakan isu strategis, terutama dalam menjaga ketersediaan energi di masyarakat. Untuk memastikan penyaluran BBM bersubsidi ini tepat sasaran dan tidak disalahgunakan, BPH Migas telah mengeluarkan regulasi mengenai pedoman pembinaan hasil pengawasan kepada penyalur.
-
Bagaimana BPH Migas ingin memastikan penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran? "Pastikan seluruh CCTV berfungsi dengan baik dan merekam aktivitas penyaluran selama minimal 30 hari, hal ini penting sebagai upaya transparansi dan pengawasan lebih lanjut dalam penyaluran BBM. Selain itu, pastikan pula bahwa penyaluran BBM dilakukan sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yaitu hanya kepada konsumen pengguna yang berhak," terangnya.
-
Bagaimana upaya BPH Migas memastikan BBM subsidi tepat sasaran? Dalam pertemuan tersebut, Saleh Abdurrahman menyampaikan, rapat koordinasi ini merupakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya dengan seluruh pemerintah provinsi di Kalimantan. Saleh mengharapkan agar ajang ini dimanfaatkan untuk berdiskusi hal-hal yang masih kurang jelas atau menjadi perhatian pemerintah daerah.
"Kita kan cukup lama energi kita disubsidi, cukup lama. Ratusan triliun per tahun untuk subsidi energi sehingga masyarakat menganggap energi itu murah. Ketika bicara EBT, biaya produksinya tinggi dan enggak pernah disubsidi. Kalau EBT disubsidi, saya yakin bisa bersaing dengan energi fosil," ujarnya dalam diskusi Toward Energy Transformation di Jakarta, Rabu (30/11).
Kendati demikian, kebiasaan 'memanjakan' masyarakat melalui subsidi kini sudah mulai dihilangkan. Pemerintah menjadikan EBT sebagai pilihan baru untuk memanjakan kebutuhan masyarakat akan energi.
"Subsidi sudah mendarah daging di Indonesia puluhan tahun. Tapi sekarang kita sudah mulai beralih, subsidi sudah dicabut. Yang penting keberanian, komitmen, dan konsistensi pemerintah," katanya.
Upaya tersebut nyatanya tidak dilakukan setengah-setengah. Kementerian ESDM mempertegas keinginan tersebut dengan membuat regulasi yang mendorong pengembangan EBT di Tanah Air. Salah satu regulasi yang dibuat adalah peraturan feed in tarif dalam setiap pembangunan pembangkit listrik. Beleid ini juga dinilai tidak akan merugikan investor yang ikut membangun EBT.
"Pemerintah sekarang membuat Feed in Tariff. Misalnya ketika kita bangun PLTA, PLTP, ada investor masuk, kita kasih Feed in Tariff. Dengan tarif itu pengusaha merasa nyaman, modalnya bisa kembali dalam kurun waktu tertentu. Itu diarahkan supaya proyek-proyek EBT bisa bankable," jelasnya.
Melalui beleid tersebut, diharapkan pada 2025 mendatang penggunaan energi fosil menjadi 77 persen. "Untuk penggunaan EBT minimal 23 persen di 2025. Kita sedang menuju transformasi ke energi yang berkelanjutan," pungkasnya.
Baca juga:
Pertamina prediksi konsumsi BBM akhir tahun naik 10 persen
Jonan usul penunjukan penyaluran BBM dilakukan setiap 5 tahun sekali
Pertamina dan AKR Corporindo ditunjuk salurkan 3 jenis BBM
Penggelapan BBM jatah polisi, 5 saksi internal diperiksa intensif
Darmin: Pemerintah serius garap infrastruktur tingkatkan ekonomi RI
Jokowi canangkan BBM satu harga, ini kata pengusaha SPBU
Sri Mulyani ubah desain subsidi di 2017, penerima makin sedikit