ESDM: Tak mungkin China bangun semua pembangkit 35.000 MW
"10.000 MW tahap satu itu China, tapi kalau 35.000 MW kalau China semua, itu mustahil."
Pemerintahan Jokowi-JK saat ini sedang gencar membangun sektor infrastruktur, salah satunya proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt. Namun, minimnya pendanaan membuat beberapa kalangan khawatir pembangkit yang dibangun pemerintah berkualitas rendah.
Wakil Ketua Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agung Wicaksono mengatakan, pembangunan pembangkit kualitas rendah tidak akan diulang lagi. Pihaknya menyiapkan pembangkit dengan kualitas bagus dalam megaproyek ini.
-
Apa yang dimaksud dengan energi listrik? Energi listrik adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh pergerakan partikel bermuatan, khususnya elektron, melalui suatu penghantar atau rangkaian tertutup.
-
Bagaimana PLN dan ACWA Power akan membangun proyek ini? Kesepakatan ketiga perusahaan ini akan berlangsung pada business matching di flagship event KTT ASEAN ke-43 yaitu ASEAN Indo Pacific Forum (AIPF) yang berlangsung pada 5 - 6 September 2023. Kerja sama ini juga menjadi bukti hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan Arab Saudi.
-
Kapan PLN mulai mendukung ekosistem kendaraan listrik? PT PLN (Persero) berkomitmen untuk terus mendukung ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) yang berkembang pesat di Indonesia.
-
Mengapa PLN, ACWA Power, dan Pupuk Indonesia berkolaborasi membangun proyek ini? Kerja sama ini juga menjadi bukti hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan Arab Saudi.
-
Di mana energi listrik disimpan? Accu = yaitu alat yang menyimpan energi listrik dalam bentuk energi kimia.
-
Apa yang akan dihasilkan dari proyek kolaborasi PLN, ACWA Power, dan Pupuk Indonesia? Proyek ini akan menghasilkan hidrogen yang berfungsi sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.
"Uang kita memang terbatas, infrastruktur banyak, namun masalahnya kita dikasih mesin pembangkit KW 2, tapi jangan sampai itu terulang lagi," ucap Agung dalam diskusi Energi Kita yang digagas merdeka.com, RRI, Sewatama, IJTI, IKN dan IJO di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (4/10).
Agung melihat, pembangkit listrik KW 2 mayoritas berasal dari China dan banyak terpasang pada proyek pembangkit 10.000 megawatt. Sementara untuk proyek listrik 35.000 megawatt, Agung melihat hal itu tak akan terjadi.
"10.000 MW tahap satu itu China, tapi kalau 35.000 MW kalau China semua, itu mustahil karena enggak ada rencana ke sana," tegas Agung.
Menurut Agung, pembangunan pembangkit sangat penting karena Indonesia sudah 10 tahun tidak membangun pembangkit baru. "Sudah 10 tahun tidak ada pembangunan pembangkit listri di Indonesia," tutupnya.
Sebelumnya, Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengapresiasi megaproyek ini. Namun, dia mengkhawatirkan soal pendanaan yang sangat besar dalam pembangunan. Minimnya pendanaan dalam negeri, proyek tersebut dikhawatirkan dari sisi kualitas. Indonesia bahkan disebut kerap mendapatkan pembangkit listrik berkualitas rendah.
"Mesin-mesin pembangkit KW 2 dan 3 karena uang sedikit, baru dipakai rontok beberapa tahun, ini China," kata Tulus dalam diskusi Energi Kita yang digagas merdeka.com, RRI, Sewatama, IJTI, IKN dan IJO di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (4/10).
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi mengakui bahwa pembangkit listrik KW 2 tidak layak digunakan. Namun, Rinaldy menegaskan, kualitas akan setara dengan harga yang dibayar, terlepas dari pembangkit tersebut buatan China atau bukan.
"Di Indonesia ada 2 pembangkit China yang bagus di Sumatera Selatan, PLTU bersih dan bagus, ketika ditanya kenapa enggak bangun? Ya kita bangun sesuai uang yang ada. Nah ini akibat sistem tender kita yang menekankan pada harga terendah bukan kualitas," ucap Rinaldy.
Ditelusuri lebih lanjut alasan memilih harga terendah saat tender, Rinaldy mendapati bahwa penyelenggara tender khawatir akan berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila memilih barang dengan standar kualitas yang berkorelasi dengan harga yang relatif lebih mahal.
"Saat saya tanya kenapa? Dijawab: Saya gak mau masuk KPK," ucap Rinaldy.
(mdk/idr)