Gunakan Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat, Luhut Sebut Indonesia Bisa Untung Rp12 Triliun
Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade ke depan.
Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade ke depan.
Gunakan Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat, Luhut Sebut Indonesia Bisa Untung Rp12 Triliun
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menilai Indonesia berpotensi meraup untung Rp12 triliun dari minyak jelantah, sebagai bahan bakar aviasi ramah lingkungan (sustainable aviation fuel,SAF).
Potensi ini bisa direalisasikan dengan rata-rata jumlah pasokan SAF Indonesia yang diekspor ke luar negeri.
"Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah tiap tahunnya, di mana 95 persennya dieskpor ke beberapa negara," demikian penjelasan Luhut sebagaimana dikutip melalui laman instagram @luhut.pandjaitan, Kamis (30/5).
Dalam rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia, Luhut merujuk data IATA yang menyebutkan Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade ke depan. Dengan asumsi kebutuhan bahan bakar mencapai 7.500 ton liter hingga 2030.
Sebagai informasi, Pertamina sebagai pemimpin di bidang transisi energi sudah melakukan uji coba statis yang sukses dari SAF, untuk digunakan pada mesin jet CFM56-7B.
"Hal ini membuktikan bahwa produk mereka layak digunakan pada pesawat komersil," kata dia.
"Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penciptaan nilai ekonomi melalui kapasitas produksi kilang-kilang biofuel Pertamina, diestimasikan bahwa penjualan SAF secara domestik dan ekspor dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp 12 triliun per tahunnya," ujar Luhut.
Luhut menyadari bahwa seiring meningkatnya aktivitas penerbangan, emisi karbon yang dihasilkan juga akan terus bertambah. Oleh karena itu, intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting.
“Dari berbagai data dan kajian, bisa saya simpulkan bahwa SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah lingkungan di Indonesia,” kata dia.
Karena itu, lanjutnya, upaya menciptakan bahan bakar aviasi ramah lingkungan (SAF) ini bukan hanya menjadi inovasi semata, melainkan suatu komitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon global.
“Saya menargetkan setelah keluarnya peraturan presiden, SAF dapat kami launching payung hukumnya selambatnya pada Bali International Airshow 2024, September mendatang,” kata Luhut.