Hore, Pengusaha UMKM Bisa Pinjam KUR Rp500 Juta Tanpa Agunan
Saat ini Kemenkop UKM tengah mengumpulkan data - data calon penerima KUR untuk menilai perilaku mereka dalam bertransaksi.
Melalui credit scoring, calon penerima KUR tidak lagi diwajibkan mengajukan agunan.
Hore, Pengusaha UMKM Bisa Pinjam KUR Rp500 Juta Tanpa Agunan
Hore, Pengusaha UMKM Bisa Pinjam KUR Rp500 Juta Tanpa Agunan
- Direktur BRI: Hapus Kredit UMKM Bukan KUR Sedang Berjalan
- Pemerintah Ajak Masyarakat Utang KUR Dibanding Pinjol, Bunga Rendah & Bisa Pinjam Rp100 Juta Tanpa Agunan
- Ditangkap, Perampok Agen Bank Pelat Merah yang Kenakan Seragam Polantas Ternyata Satpam
- Kesal Ditagih Uang yang Dicuri, Seorang Pemuda Bunuh Rekan Bisnis
Kementerian Koperasi dan UMKM akan melakukan uji coba credit scoring bagi penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Melalui credit scoring, calon penerima KUR tidak lagi diwajibkan mengajukan agunan.
"2024 uji cobanya, diupayakan sampai Rp500 juta pakai credit scoring," ujar Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop dan UKM, Yulius, Jumat (19/1).
Yulius menyampaikan, saat ini Kemenkop UKM tengah mengumpulkan data - data calon penerima KUR untuk menilai perilaku mereka dalam bertransaksi.
Misalnya, tren transaksi calon debitur di e-commerce, kepatuhan mereka membayar tagihan listrik, dan sejenisnya.
Setelah data calon penerima KUR terkumpul, Kemenkop UKM bersama pihak terkait akan menyiapkan kerangka untuk diterapkan dalam sistem credit scoring.
"Jadi perilaku mereka sehari-hari kita lihat transaksi e-commerce, bayar PLN, perpajakannya, kelihatan di situ jadi enggak pakai agunan lagi tapi cukup pakai seperti itu," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki mengajak Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) untuk bersama-sama menciptakan sumber ekonomi baru salah satunya melalui percepatan transformasi digital bagi UMKM.
MenKopUKM Teten Masduki menyatakan, perlunya percepatan digitalisasi bagi UMKM untuk memperluas akses pasar. Indonesia tidak boleh hanya menjadi sasaran perluasan pasar negara lain, sehingga dibanjiri produk impor murah yang berpotensi merusak pangsa UMKM Indonesia.