Iklan Rokok Harus Berjarak 500 Meter dari Sekolah, Pelaku Industri Beri Tanggapan Begini
Janoe Arijanto menegaskan selama ini pelaku industri periklanan telah menaati peraturan dalam mengiklankan produk tembakau dan turunannya.
Salah satu yang dikritisi dalam RPP Kesehatan adalah pasal yang menetapkan zona bebas iklan produk tembakau pada media luar ruang sebesar radius 500 meter di luar satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Iklan Rokok Harus Berjarak 500 Meter dari Sekolah, Pelaku Industri Beri Tanggapan Begini
Iklan Rokok Harus Berjarak 500 Meter dari Sekolah, Pelaku Industri Beri Tanggapan Begini
- Iklan Rokok Makin Ketat, Produsen: Picu PHK massal, Padahal Kita Serap Jutaan Tenaga Kerja
- Bagaimana Pembatasan Penjualan Rokok Eceran dan Iklan Rokok Bisa Tekan Angka Perokok Anak dan Remaja
- DPI: Rencana Pelarangan Iklan Rokok Bakal Terdampak ke 725.000 Tenaga Kerja
- Pengusaha Tolak Aturan Jarak Iklan Reklame Rokok Minimal 500 Meter dari Sekolah, Ini Alasannya
Pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan No. 17 Tahun 2023.
Sejumlah aturan dalam RPP Kesehatan dinilai bias. Salah satu yang dikritisi dalam RPP Kesehatan adalah pasal yang menetapkan zona bebas iklan produk tembakau pada media luar ruang sebesar radius 500 meter di luar satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Ketua Umum Asosiasi Media Luar-Griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernadi menyebut bahwa pasal tembakau dalam RPP Kesehatan tersebut sangat rumit untuk diimplementasikan dan akan menimbulkan multitafsir di lapangan.
"Kami sangat menyesalkan adanya pengaturan media luar ruang yang mengharuskan adanya jarak 500 meter di luar satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Hal ini sama saja dengan pelarangan total karena sulit sekali untuk dilaksanakan," ujar Fabianus di Jakarta.
Fabianus berpendapat beleid ini menunjukkan bahwa pembuat regulasi telah bertindak sepihak.
“Hal-hal seperti ini terjadi karena tidak adanya komunikasi atau pelibatan pemangku kepentingan yang terdampak pada diskusi regulasi, dan sekarang, Menteri Kesehatan (Menkes) terlihat buru-buru merealisasikannya,” tegasnya.
Dari satu pasal itu saja, kata Fabianus, sektor usaha media luar ruang seperti penyedia jasa iklan melalui baliho, reklame, hingga videotron akan tertekan dan 44 persen anggota AMLI di seluruh Indonesia terancam gulung tikar dengan adanya aturan pelarangan iklan produk tembakau di RPP Kesehatan tersebut.
“Usaha media luar ruang akan terancam bangkrut dan ini akan menimbulkan gelombang PHK. Padahal, mayoritas dari presentase tersebut justru adalah anggota kami yang skalanya menengah ke bawah,” tambahnya.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto menegaskan selama ini pelaku industri periklanan telah menaati peraturan dalam mengiklankan produk tembakau dan turunannya.
Adanya rencana aturan baru di RPP Kesehatan terkait pengetatan jam tayang iklan maupun area beriklan produk tembakau hanya akan memunculkan konsekuensi dan berdampak signifikan pada bisnis periklanan.
"Pengaturan iklan rokok sendiri sudah diatur dalam PP 109 Tahun 2012, di mana pengaturannya sudah cukup komprehensif dan kami pun telah patuh terhadap regulasi tersebut," paparnya.
Untuk itu, Janoe berharap agar pemerintah dapat meninjau ulang aturan tembakau di RPP Kesehatan dan melibatkan pelaku industri periklanan dalam menentukan arah kebijakan tersebut agar kebijakan yang disahkan nantinya dapat berimbang dan ideal.
"Kita ingin mendiskusikan hal ini dengan pemerintah karena serapan tenaga kerja di industri periklanan kan banyak yang berhubungan secara langsung dengan produksi iklan dan penayangan iklan,” pungkasnya.