IMF Mulai Cemas soal Kondisi Ekonomi Dunia, Apa yang Terjadi?
IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 3,2 persen tahun ini.
Dana Moneter Internasional atau IMF memberikan peringatan bahwa perekonomian global, yang sedang dilanda konflik dan meningkatnya persaingan geopolitik, berisiko terjebak dalam situasi pertumbuhan yang lambat dengan utang yang tinggi.
"Ini adalah masa-masa yang mencemaskan," ungkap Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, kepada wartawan saat pertemuan musim gugur IMF dan Bank Dunia, seperti yang dikutip oleh US News pada Jumat (25/10/).
- Indonesia Catat Rekor Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi dalam Sedekade Terakhir
- Ekonomi Global Masih Dihantui Ketidakpastian, Begini Dampaknya ke Sektor Jasa Keuangan RI
- Di ISF 2024, Sri Mulyani: Situasi Ekonomi Global Sedang Tidak Baik hingga 2026
- Ekonomi Dunia Masih Terpuruk di 2024, Sri Mulyani Ungkap Penyebanya
IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 3,2 persen tahun ini. Lesunya perdagangan global, yang disebabkan oleh konflik dan ketegangan geopolitik yang meningkat, termasuk hubungan yang memburuk antara dua ekonomi terbesar di dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan stagnasi dalam kinerja ekonomi global.
"Perdagangan tidak lagi menjadi mesin pertumbuhan yang kuat," jelas Georgieva.
"Kita hidup dalam ekonomi global yang lebih terfragmentasi," tambahnya.
Di sisi lain, banyak negara masih berjuang dengan utang yang mereka akumulasi selama pandemi Covid-19. IMF memperkirakan bahwa utang pemerintah di seluruh dunia akan mencapai USD 100 triliun pada tahun ini, yang setara dengan 93 persen dari total output ekonomi global, dan diperkirakan akan mendekati 100% pada tahun 2030.
"Ekonomi global dalam bahaya terjebak pada jalur pertumbuhan rendah dan utang tinggi," lanjut Georgieva, menambahkan, "Itu berarti pendapatan lebih rendah dan lebih sedikit pekerjaan."
Masih Ada Harapan
Meskipun situasi ekonomi tampak suram, ada beberapa harapan yang tersisa. IMF menyatakan bahwa dunia telah mencapai kemajuan signifikan dalam mengendalikan inflasi yang melonjak pada tahun 2021 dan 2022, saat ekonomi berusaha bangkit dengan kekuatan yang tidak terduga setelah penguncian akibat pandemi.
Badan tersebut menyoroti bahwa suku bunga yang lebih tinggi oleh Federal Reserve dan bank sentral lainnya, serta pelonggaran penumpukan di pabrik, pelabuhan, dan tempat pengiriman barang, telah membantu mengatasi masalah kekurangan, keterlambatan, dan harga yang melambung tinggi.
Pertumbuhan Ekonomi China Tak Sampai 5 Persen
Di sisi lain, negara-negara maju memperkirakan bahwa inflasi akan menurun menjadi 2 persen pada tahun depan, sesuai harapan bank sentral.
Tekanan terhadap harga-harga juga telah berkurang tanpa menyebabkan resesi global.
"Bagi sebagian besar dunia, soft landing sudah di depan mata," ujar Georgieva.
Namun, masih ada beberapa negara yang berjuang menghadapi tingginya harga dan ketidakpastian ekonomi. Dalam laporan terbaru mengenai Prospek Ekonomi Dunia, IMF memprediksi bahwa ekonomi China yang sebelumnya tumbuh pesat kini hanya akan berkembang sebesar 4,8 persen tahun ini dan 4,5 persen pada tahun 2025, menurun dari 5,2 persen pada tahun 2023.
Georgieva mendorong pemerintah Tiongkok untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor dan lebih fokus pada pengeluaran konsumen, yang ia sebut sebagai mesin pertumbuhan yang "lebih andal".
"Jika China tidak bergerak, potensi pertumbuhan dapat melambat hingga jauh di bawah 4 persen," jelasnya.