Indonesia berambisi salip Australia sebagai negara produsen sapi
Pemerintah mengandalkan pengembangan bibit unggul untuk menggenjot produksi sapi lokal.
Pemerintah bertekad untuk menyalip Australia sebagai negara produsen sapi. Ini sejalan dengan upaya swasembada sapi untuk Indonesia.
Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian, Syukur Iwantoro, mengatakan pihaknya tengah mengembangkan sapi unggulan dalam upaya mewujudkan swasembada daging sapi.
-
Kapan bakso sapi dianggap matang? Didihkan kembali hingga bakso mengambang dan matang.
-
Apa yang ditemukan di pantai selatan Australia? Ilmuwan menemukan jejak kaki dinosaurus theropoda besar di pantai selatan Australia.
-
Siapa Danil Sapt? Nama Danil Sapt mungkin sudah tak asing bagi para pengguna TikTok. Pria yang identik dengan rambut keriting ini dikenal piawai dalam merangkai kata-kata motivasi yang diunggah di akun pribadinya.
-
Apa yang ditemukan di Gooniyandi Country, Australia Barat? Menurut studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature Communications pada Kamis, (12/9) kemunculan ikan coelacanth purba primitive devonian yang terpelihara dengan sangat baik di Gooniyandi Country, Australia barat berkaitan dengan aktivitas teknonik atau pergerakan di kerak bumi.
-
Apa yang disewakan Sandra Dewi di Australia? Baru-baru ini, rumah mewah mereka di Melbourne muncul dalam iklan yang diduga dijadikan tempat Airbnb dengan tarif $3.5K per malam.
-
Di mana Acha Septriasa tinggal di Australia? Setelah menikah, Acha Septriasa dan suaminya, Vicky Kharisma, memilih untuk menetap di Sydney, Australia bersama putri mereka, Bridgia sejak tahun 2016.
"Kalau di negara produsen seperti Australia sapi memiliki kelas-kelasnya sesuai kualitasnya, hal serupa juga akan diterapkan di Indonesia," kata Syukur seperti dilansir Antara di Jakarta, Minggu (24/11).
Syukur berpendapat kualitas sapi lokal sebenarnya tidak kalah dengan impor hanya saja karena tidak ada sertifikat dan kelasnya membuatnya tidak menarik. Melalui Ditjen Peternakan akan dikembangkan bibit sapi berdasarkan kelas-kelasnya seperti sapi impor kelas 1 harganya bisa mencapai Rp 170 juta, sedangkan kelas 2 dihargai Rp 45 - 50 juta, dan kelas 3 Rp 30 juta, sedangkan sapi potong Rp 10 juta.
Terkait rencana itu Ditjen Peternakan akan menggandeng lembaga yang teruji dalam memberikan sertifikasi seperti di Bali dengan Pusat Pengkajian Sapi Bali Universitas Udayana, di Jawa Timur dengan Universitas Brawijaya, serta Aceh dengan Universitas Syah Kuala, serta berkerja sama dengan Badan Akreditisasi Nasional.
Syukur mengatakan, untuk sektor peternakan khususnya sapi, Indonesia saat ini telah mengekspor bibit sapi dalam bentuk sperma atau semen ke sejumlah negara untuk kemudian tinggal dibuahi sapi betina.
"Saat ini kita sudah tidak lagi mengimpor sapi jantan, karena persediaan di dalam negeri masih mencukupi kecuali untuk sapi betina memang masih dibutuhkan dari luar negeri," jelas Syukur.
Selain itu Ditjen Peternakan juga akan mengembangkan sejumlah lahan yang masih belum termanfaatkan seperti lahan kelapa sawit, bekas penambangan batu bara, dan sebagainya.
Agar menarik swasta dan BUMN untuk berternak sapi, Ditjen Peternakan turut berkerja sama dengan perusahaan asuransi. Perbankan juga digandeng agar bisa menyalurkan bunga subsidi sebesar 5 persen.
"Untuk membayar premi asuransi diwadahi koperasi melalui susu maupun pupuk kandang sehingga membuat budi daya ternak sapi di Indonesia menarik karena minim resiko," jelas Syukur.
Pemerintah, lanjutnya, akan melakukan penegakan hukum kepada rumah potong hewan yang memotong sapi betina produktif sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
"Jangan sampai untuk mengejar pendapatan ditemukan daerah yang melanggar dengan memotong sembarang sapi tanpa melihat apakah termasuk sapi betina produktif yang dilindungi undang-undang," jelas Syukur.
(mdk/bim)