Indonesia Kalah dari Filipina dalam Pemanfataan Energi Panas Bumi, Cek Faktanya
Filipina mampu mengembangkan dan memanfaatkan panas bumi dengan baik untuk kelistrikan di negaranya.
Padahal Filipina secara fiskal maupun moneter tidak jauh lebih baik dibandingkan Indonesia.
Indonesia Kalah dari Filipina dalam Pemanfataan Energi Panas Bumi, Cek Faktanya
Indonesia Kalah dari Filipina dalam Pemanfataan Energi Panas Bumi, Cek Faktanya
- Panas Bumi Jadi Andalan untuk Wujudkan Swasembada Energi Sesuai Visi Asta Cita Prabowo
- Kebijakan Bahlil Bikin Indonesia Makin Susah Tinggalkan Batu Bara, Begini Penjelasannya
- UGM Usulkan Dieng Jadi Taman Bumi Nasional, Begini Fakta di Baliknya
- Pemerintah Ingin Kembangkan Energi Panas Bumi, Tapi Terganjal Ini
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menyebut Indonesia masih kalah oleh Filipina dalam pengembangan dan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) Panas Bumi.
Padahal Filipina secara fiskal maupun moneter tidak jauh lebih baik dibandingkan Indonesia. Namun, mereka mampu mengembangkan dan memanfaatkan panas bumi dengan baik untuk kelistrikan di negaranya.
"Negara yang secara fiskal maupun moneter itu tidak jauh lebih baik dibandingkan kita, misalnya kita sebut Filipina. Mereka relatif leading dalam bauran energinya terutama porsi panas bumi dalam kapasitas pembangkit listriknya," kata Komaidi dalam Webinar Strategi Penciptaan Nilai Tambah Panas Bumi sebagai langkah mendukung NZE 2060, Senin (15/1).
Artinya, jika Filipina bisa mengembangkan panas bumi padahal kapasitas fiskal dan moneter di bawah Indonesia.
Maka sudah seharusnya Indonesia bisa memanfaatkan panas bumi jauh lebih baik, lantaran memiliki kapasitas fiskal dan moneter di atas Filipina.
"Mereka bisa, kita dengan kapasitas fiskal dan moneter yang jauh lebih baik juga bisa menuju ke sana, ketika treatment kebijakannya lebih pas," ujarnya.
Komaidi mengatakan, berdasarkan riset reforminer jika semua potensi panas bumi bisa dioptimalkan maka akan ada penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 183 juta ton CO2 ekuivalen.
Maka setara dengan 58 persen atau 60 persen dari target penurunan GRK di tahun 2030, untuk sektor energi yang ditetapkan di kisaran 314 juta ton CO2 ekuivalen. Dengan demikian target net Zero emisi 2060 bisa tercapai dengan cepat.
"Artinya panas bumi ini memiliki potensi yang sangat luar biasa untuk bisa menjadi pendorong atau mewujudkan apa yang ditetapkan oleh pemerintah," pungkasnya.