Inflasi Tinggi Hambat Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
Menteri Pengembangan dan Perencanaan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menilai, penyaluran dana untuk investasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development, SDGs) akan sulit, sebab inflasi 2022 yang cukup tinggi.
Menteri Pengembangan dan Perencanaan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menilai, penyaluran dana untuk investasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development, SDGs) akan sulit, sebab inflasi 2022 yang cukup tinggi.
"Tingginya inflasi juga akan mempersulit kita untuk menyalurkan lebih banyak investasi demi pencapaian SDGs," ucap Suharso saat menyampaikan sambutan di hadapan para delegasi dalam Development Ministerial Meeting (DMM) G20 di Belitung, Kamis (8/9).
-
Apa itu inflasi? Sekadar informasi, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa, yang berdampak pada biaya hidup.
-
Bagaimana inflasi mempengaruhi nilai investasi? “Inflasi juga dapat memengaruhi nilai tukar. Negara-negara dengan tingkat inflasi rendah biasanya mengalami apresiasi nilai mata uang dibandingkan negara-negara dengan inflasi yang lebih tinggi,” ujar Kar Yong Ang.
-
Kapan inflasi penting untuk investor? “Inflasi juga dapat memengaruhi nilai tukar. Negara-negara dengan tingkat inflasi rendah biasanya mengalami apresiasi nilai mata uang dibandingkan negara-negara dengan inflasi yang lebih tinggi,” ujar Kar Yong Ang.
-
Kenapa inflasi penting buat investor? “Itulah sebabnya pemahaman akan inflasi merupakan kunci dari perencanaan keuangan dan pengambilan keputusan ekonomi yang efektif,” ujar Kar Yong Ang.
-
Kapan inflasi terjadi? Inflasi terjadi ketika harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan yang terus-menerus dalam suatu periode waktu tertentu hingga mengurangi daya beli uang.
-
Bagaimana BRI meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia? Sebagai bank yang berfokus pada pemberdayaan UMKM, BRI memiliki jutaan database nasabah, baik simpanan maupun pinjaman. Ini menyebabkan BRI terpapar risiko data privacy breach dan cyber security system.
Dia merujuk proyeksi international monetary fund (IMF), terjadi peningkatan inflasi pada 2022 yaitu hampir 6 persen di negara ekonomi maju. Angka tersebut merupakan proyeksi tertinggi dalam empat dekade terakhir.
Sedangkan di negara berkembang, tingkat inflasi mencapai sekitar 9 persen atau yang tertinggi sejak periode resesi terbesar. "Hal-hal tersebut memiliki dampak pada progres pembangunan di negara berkembang. Misalnya, meroketnya harga pangan dan energi," ungkapnya.
Meski demikian, hampir satu dekade yang lalu, pasca krisis finansial global, adanya harapan baru yaitu terbentuknya G20 Development Working Group. Melalui forum ini, diharapkan setiap delegasi negara G20 berkomitmen untuk menutup kesenjangan pembangunan dan membantu negara berkembang.
Suharso pun mengatakan, hanya dengan USD3,7 triliun, negara berkembang dengan kesulitan ekonomi dapat terbantu untuk mencapai agenda pembangunan berkelanjutan 2030.
"Hanya dengan mengalihkan 3,7 persen dari USD100 triliun total aset investor institusional yang tersedia di tingkat global, kita dapat menutup kebutuhan pembiayaan kita," ujarnya.
Di hadapan para delegasi, Suharso menuturkan, negara G20 harus menyadari bahwa banyak negara berkembang yang tidak memiliki sumber dana yang cukup untuk meningkatkan upaya mencapai agenda 2030. Agenda 2030 yaitu pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang disepakati oleh negara-negara G20.
Menurutnya, perlambatan ekonom serta dampak jangka panjang Covid-19 mengharuskan negara-negara untuk memobilisasi pembiayaan tambahan dari sumber-sumber inovatif. Dia mengingatkan kembali, kerangka pembiayaan pembangunan berkelanjutan G20 yang telah disepakati saat Presidensi Saudi Arabia 2020, tidak lain untuk meningkatkan komitmen politik mengenai isu pembiayaan pembangunan.
"Dari sinilah, Presidensi G20 Indonesia mengusung isu blended finance sebagai mekanisme pembiayaan inovatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan SDGs," ungkapnya.
Suharso juga menyampaikan, pengusungan blended finance dilakukan dengan merumuskan prinsip-prinsip yang merefleksikan perspektif dan konteks penerima, yaitu negara berkembang, LDCs (least development countries) dan SIDS (small island developing state).
Baca juga:
Penjelasan soal Stagflasi yang Mengancam Ekonomi Indonesia
Sri Mulyani Janji Beri Hadiah untuk Pemda Bisa Jaga Inflasi, Apa Itu?
Presiden Jokowi: Inflasi akan Naik 1,8 Persen
Sederet Rekomendasi Pemerintah Redam Risiko Inflasi, Termasuk Perkuat Rantai Pasok
Kenaikan Inflasi Akibat Harga BBM Naik Dinilai Hanya Sementara
Kenaikan Harga BBM Bisa Picu Kenaikan Inflasi Hingga 6,27 Persen