Ini alasan harga pangan masih tinggi meski inflasi rendah
Institute for Development of Economic (INDEF) menilai inflasi Indonesia saat ini memang relatif rendah, namun harga pangan tetap tidak murah sehingga daya beli rendah.
Wakil Direktur Institute for Development of Economic (INDEF), Eko Listiyanto mengatakan paradoks harga pangan dan inflasi terjadi saat ini, di mana inflasi umum berada dalam kategori rendah, namun harga pangan tidak dapat dikatakan murah. Hal ini yang menyebabkan daya beli rendah.
"Inflasi Indonesia rendah, tetapi menjadi yang paling tinggi dibanding negara-negara ASEAN. Thailand itu rendah sekali inflasinya. Poinnya adalah negara eksportir pangan wajar kalau inflasi lebih stabil," kata Eko, di kantornya, Rabu (18/4).
-
Apa itu inflasi? Sekadar informasi, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa, yang berdampak pada biaya hidup.
-
Di mana harga bahan pangan di pantau? Situs Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Rabu 21 Februari 2024 pukul 13.00 WIB menunjukkan kenaikan harga beberapa bahan pangan, terutama beras dan cabai rawit merah.
-
Kapan harga bahan pangan di Jakarta terpantau naik? Situs Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Rabu 21 Februari 2024 pukul 13.00 WIB menunjukkan kenaikan harga beberapa bahan pangan, terutama beras dan cabai rawit merah.
-
Kapan inflasi terjadi? Inflasi terjadi ketika harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan yang terus-menerus dalam suatu periode waktu tertentu hingga mengurangi daya beli uang.
-
Apa yang Indah Permatasari beli di pasar? Selain membeli ikan dan ayam, ia juga membeli berbagai jenis sayuran dan bahan makanan lainnya.
-
Bagaimana inflasi mempengaruhi nilai investasi? “Inflasi juga dapat memengaruhi nilai tukar. Negara-negara dengan tingkat inflasi rendah biasanya mengalami apresiasi nilai mata uang dibandingkan negara-negara dengan inflasi yang lebih tinggi,” ujar Kar Yong Ang.
Jika dirunut dalam beberapa tahun terakhir, inflasi umum (headline) memang cenderung turun, namun inflasi yang bersumber dari barang bergejolak masih cukup tinggi. Akibatnya daya beli masyarakat menjadi rendah. "Inflasi kita boleh dibilang rendah. Tapi Volatile food masih sekitar 6 persen. Artinya volatile food masih dua kali dibanding headline nya," ujarnya.
Dia menjelaskan, stabilitas inflasi dan nilai tukar mata uang suatu negara sangat dipengaruhi oleh faktor apakah negara tersebut mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri atau impor. Eko mengingatkan, jangan sampai pemerintah berlarut dalam euforia angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun impornya juga masih sangat tinggi.
Menurutnya, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi tidak hanya cukup dengan mengotak-atik suku bunga, namun harus juga menjaga stabilitas pangan dengan cara mengurangi impor. Dengan terus membesarnya impor pangan akan berakibat pada rentannya stabilitas perekonomian, khususnya inflasi dan nilai tukar.
Lebih parah lagi, jika ketergantungan impor pangan tidak segera disudahi maka akselerasi pertumbuhan ekonomi kian sulit terealisasi.
"Kalau terus-terus dibanggakan GDP kita paling besar di ASEAN, tapi urusan impor tidak bisa diselesaikan itu sama saja. Toh ketika indikator dibedah ke level-level lebih mikro itu semakin terurai. Sehingga pesannya adalah upaya untuk bangun kedaulatan pangan sangat urgent untuk dilakukan ke depan."
Baca juga:
Gubernur BI sebut kenaikan harga BBM non subsidi tak berpengaruh besar pada inflasi
Cegah inflasi, pemerintah minta Pertamina kendalikan harga Pertamax Cs
Ketua DPR minta pemerintah tekan harga BBM jelang Ramadan dan Lebaran
Bos BI sebut inflasi Maret dipengaruhi pangan & kenaikan harga Pertamax Cs
Inflasi Maret 0,2 persen, pemerintah janji terus turunkan harga beras dan daging