Ini Beban Berat Bakal Bakal DIpikul Pemerintahan Prabowo-Gibran di Tahun Pertama
Selanjutnya, ada aspek daya beli masyarakat yang terus menerus menurun dari waktu ke waktu. Menurutnya, ini ada pengaruh dari ketatnya kebijakan fiskal.
Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti menuturkan beberapa persoalan bakal dihadapi merupakan tantangan yang terjadi dari pemerintahan sebelumnya.
Ini Beban Berat Bakal Bakal DIpikul Pemerintahan Prabowo-Gibran di Tahun Pertama
Ini Beban Berat Bakal Bakal DIpikul Pemerintahan Prabowo-Gibran di Tahun Pertama
- Daya Beli Masyarakat Melemah, Kenaikan Upah Buruh 10 Persen di 2025 Dinilai Wajar
- Agar Daya Beli Masyarakat Tak Makin Lemah, Kadin Minta Ini ke Pemerintah
- Korban Begal Malah jadi Tersangka Berujung Dibebaskan, Begini Duduk Perkara Sebenarnya
- Beras Bulog Ditempel Stiker Prabowo-Gibran, Wapres Minta Bawaslu Selidiki Dugaan Politisasi
Pemerintahan baru di bawah pimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka disinyalir bakal memikul beban berat di awal perjalanannya. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) setidaknya mencatat ada beberapa beban dari aspek ekonomi.
Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti menuturkan beberapa persoalan bakal dihadapi merupakan tantangan yang terjadi dari pemerintahan sebelumnya.
"Presiden baru ini masih menggendong persoalan lama, apalagi kalau kita lihat beberapa persoalan lama ini masih saja menjadi beban bagi pemerintahan yang baru," kata Esther dalam Kajian Tengah Tahun Indef 2024 bertajuk 'Presiden Baru, Persoalan Lama', di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (25/6).
Dia mencontohkan, persoalan terkait peetumbuhan ekonomi yang dinilai relatif menurun dan pada akhirnya ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Padahal, mesin pertumbuhan itu juga mencakup adanya investasi, ekspor, hingga belanja pemerintah.
Selanjutnya, ada aspek daya beli masyarakat yang terus menerus menurun dari waktu ke waktu. Menurutnya, ini ada pengaruh dari ketatnya kebijakan fiskal.
merdeka.com
"Nah ini kita tahu bahwa kebijakan fiskal masih ketat karena apalagi presiden terpilih sudah mencanangkan bahwa tax ratio-nya harus naik sekitar 23 persen. Artinya apa? Generate income dari pajak ini harus ditingkatkan, bagaimana? Itu nanti yang harus kita lihat lagi," bebernya.
Beban lainnya yang perlu dipikul Prabowo-Gibran adalah kebijakan moneter yang juga ketat. Baik dari sisi suku bunga yang terus naik, hingga pelemahan nilai tukar Rupiah.
"Jadi ini nih kondisinya saat ini baik fiskal, maupun moneter ini masih relatif ketat ditandai dengan tingkat suku bunga yang terus menerus naik kemudian nilai tukar berfluktuasi, sekarang mungkin sekitar Rp16.400 (per dolar AS)," katanya.
"Nah, sehingga ini adalah keadaan kondisi ekonomi yang relatif sulit ya menjadi awalan dari pemerintahan presiden terpilih nanti," sambung Esther.
Lebih lanjut, Esther juga mencatat adanya tantangan dari sisi sempitnya ruang fiskal. Dia mencatat, itu terlihat dari fleksibilitas fiskal yang turun.
Indikatornya terlihat dari rasio pajak hingga rasio utang yang dijalankan pemerintah saat ini.
"Turunnya fleksibilitas fiskal pasti karena tax ratio kita relatif 8-10 persen kemudian untuk rasio utang juga 38 persen. Nah apalagi nanti akan ada PPN ini naik menjadi, yang tadinya 11 persen menjadi 12 persen," kata dia.
"Nah sehingga ruang fiskal kita relatif lebih sempit, maka ke depan memang generate more income atau revenue stated itu harus terus diupayakan," pungkas Esther.