Ini penyebab tarif angkutan masih tinggi meski harga BBM turun
Pemda seharusnya ikut berperan menentukan tarif yang tidak memberatkan masyarakat
Meskipun harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah turun sejak 1 Januari 2015, tarif angkutan umum sampai saat ini belum juga turun. Perusahaan angkutan masih ngotot menggunakan tarif lama yang telah dinaikkan pasca kenaikan BBM pada November 2014.
Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno menuding, kondisi ini tak lepas dari kelalaian Pemerintah Daerah (Pemda). Pemda seharusnya merevitalisasi dan mengurus angkutan umum sesuai UU yang berlaku. Dengan begitu, pemda bisa ikut menentukan besaran tarif.
-
Kenapa harga BBM di Singapura tinggi? Penerapan tarif pajak yang lebih tinggi telah menaikkan harga minyak di negara kecil tersebut.
-
Kapan Pertamina menyesuaikan harga BBM? PT Pertamina (Persero) kembali menyesuaikan harga BBM nonsubsidi per 1 November 2023.
-
Mengapa Pertamina menyesuaikan harga BBM? Pertamina menyesuaikan harga BBM untuk mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.
-
Apa saja jenis BBM yang mengalami penurunan harga? Harga BBM jenis Pertamax, Pertamax Green 95, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex turun sedangkan untuk Pertalite atau BBM subsidi tidak mengalami perubahan.
-
Siapa yang berpendapat bahwa harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax bisa mengikuti pergerakan harga pasar? Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax dan sejenisnya memang mengikuti pergerakan harga di pasar, oleh karena itu perusahaan bisa menyesuaikan lebih fleksibel.
-
Mengapa harga tiket pesawat rute domestik saat ini tergolong mahal? Belakangan ini masyarakat mengeluhkan mahalnya harga tiket pesawat rute domestik. Bahkan, harga tiket rute dalam negeri ini disebut lebih mahal ketimbang rute internasional.
"Kepala daerah ini tidak paham transportasi umum. Mereka (angkutan umum) harusnya berbadan hukum. Sekarang ini manajemen liar, itu susah. Harus dikelola pemerintah sesuai UU," ucap Djoko ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, Rabu (14/1).
Djoko menjelaskan, menurut UU No 22 Tahun 2009 tentang DLLAJ, Pemda seharusnya berperan menentukan tarif yang tidak memberatkan masyarakat. Caranya dengan memberikan subsidi untuk angkutan umum.
"Mereka (Pemda) itu tidak mau belajar itu. Di pasal 81 UU No 22 Tahun 2009 disebutkan Pemda seharusnya wajib subsidi wajib memberikan subsidi, ada itu dalam angkutan," katanya.
Jika Pemda tidak punya uang untuk subsidi, mereka bisa meminta kepada Pemerintah Pusat bahkan langsung kepada Presiden Joko Widodo. Namun hal ini, sama sekali belum dilakukan Pemda.
"Pemda tidak punya cukup uang, revitalisasi bisa minta nasional kalau tidak ada. Presiden Jokowi harusnya juga bisa menjalankan ini seperti dia di Solo dulu," tutupnya.
(mdk/noe)