Jalan Panjang Indonesia Keluar dari Negara Berpenghasilan Menengah
Sebagai contoh Korea Selatan. Negara tersebut membutuhkan waktu sekitar tujuh tahun untuk bisa keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah. Kemudian Jepang butuh sembilan tahun dan Hong Kong tujuh tahun.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti mengakui bahwa tantangan Indonesia untuk keluar dari negara berpendapatan menengah (middle income trap) cukup besar. Sebab, dari pengalaman banyak negara, membutuhkan waktu puluhan tahun untuk bisa keluar dari perangkap pendapatan menengah.
"Akankah kita terus bertahan di kelompok ini? tentunya tidak. Apakah yang dihadapi Indonesia di 2045? Apakah kita bisa melampaui kelompok berpendapatan menengah tersebut?," kata Destry dalam acara Seminar Indonesia Emas 2045, secara virtual di Jakarta, Jumat (27/11).
-
Bagaimana Bank Indonesia memperkuat ketahanan eksternal dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan? "Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal sehingga dapat menjaga stabilitas perekonomian dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tegas dia.
-
Apa yang menjadi catatan BPS tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
-
Bagaimana cara bank pemerintah berperan dalam mengatasi tantangan ekonomi? Selain itu, bank pemerintah juga seringkali memiliki peran strategis dalam mengatasi tantangan ekonomi, seperti mengelola krisis keuangan dan memberikan dukungan finansial kepada sektor-sektor yang dianggap vital bagi pembangunan ekonomi.
-
Apa yang Airlangga Hartarto katakan tentang target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Penerapan ekonomi hijau dalam jangka panjang diproyeksikan dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,22 persen hingga 2045," kata Airlangga di Jakarta, Kamis (4/7).
-
Bagaimana BRI meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia? Sebagai bank yang berfokus pada pemberdayaan UMKM, BRI memiliki jutaan database nasabah, baik simpanan maupun pinjaman. Ini menyebabkan BRI terpapar risiko data privacy breach dan cyber security system.
-
Bagaimana Indonesia berencana untuk berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Bangladesh? Dalam bidang energi dan infrastruktur, disampaikan pula terkait kesiapan Indonesia dalam berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Bangladesh melalui konsorsium proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG).
Dalam studi dilakukan World Bank pada 2016 menyebutkan bahwa dari 110 negara middle income trap sejak 1960 hingga 2016, hanya 13 negara yang dapat tampil dalam jajaran negara maju. Sementara negara-negara terdekat seperti di Asia, hanya ada beberapa yang bisa lulus dari middle income trap atau perangkap negara berpendapatan menengah selama kurang dari 10 tahun.
Sebagai contoh Korea Selatan. Negara tersebut membutuhkan waktu sekitar tujuh tahun untuk bisa keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah. Kemudian Jepang butuh sembilan tahun dan Hong Kong tujuh tahun.
"Tapi banyak negara lain yang membutuhkan waktu hingga puluhan tahun seperti contohnya Argentina. Beberapa negara Amerika Latin mengalami hal semacam itu termasuk Filipina sempat diperkirakan akan cepat menjadi negara maju ternyata mereka stuck juga di negara kelompok berpendapatan menengah," ungkapnya.
Menurutnya hal tersebut menjadi tantangan yang akan dihadapi Indonesia ke depannya. Apalagi posisi Indonesia sendiri saat ini masih menjadi negara berpenghasilan menengah dengan income per kapita sekitar USD 4.000. Sedangkan untuk menjadi negara maju atau berpenghasilan tinggi butuh pendapatan di atas USD 12.000 per tahun.
"Dan ini adalah tantangan kita bagaimana kita bisa melompat menjadi negara berpendapatan tinggi dan menjadi negara maju di tahun Indonesia emas nanti di tahun 2045," katanya.
Bonus Demografi
Dia menambahkan, saat ini Indonesia memiliki bonus demografi yang bisa dimanfaatkan untuk mencapai pertumbuhan lebih baik. Di mana kelompok usia muda atau produktif jumlahnya cukup besar. Namun, jangan sampai terlena karena bonus demografi tersebut akan hilang perlahan setelah 2030.
"Oleh karena itu dari sekarang kita perlu melengkapi diri kita kemampuan kita kapasitas kita sehingga kita tidak terlena dengan bonus demografi tersebut," sebutnya.
Untuk itu, dia menekankan dalam memanfaatkan bonus demografi sumber daya manusia (SDM) harus lebih disiapkan. Karena Indonesia membutuhkan SDM yang adaptif dan inovatif dengan memanfaatkan teknologi yang berkembang saat ini.
"Karena dengan adanya teknologi dan dengan adanya inovatif itu nampaknya fenomena negara yang bisa cepat lepas dari kelompok middle income sebagai contoh di Korea Selatan dan juga Jepang," ujarnya.
(mdk/idr)