Melihat Majunya Kota Kerajaan Pajajaran, Punya Enam Pelabuhan dan Jalan Raya yang Menghubungkan Pulau Jawa
Pajajaran termasuk pemerintahan kuno yang maju di nusantara. Saat itu, mereka sudah memiliki enam pelabuhan dengan jaringan jalan yang menghubungkan pulau Jawa
Menurut naskah Siksa Kandang Karesian yang terbit tahun 1440 Saka (1518 Masehi), Kerajaan Pajajaran termasuk pemerintahan kuno yang terbilang maju di nusantara. Saat itu, mereka sudah memiliki enam pelabuhan dengan jaringan jalan yang saling terhubung di pulau Jawa.
Pajajaran memang berambisi menciptakan tata kota melalui banyak pembangunan. Ini sebagai strategi agar perekonomian bisa terus bertumbuh demi kesejahteraan rakyat. Kemajuan Pajajaran ini sudah terlihat di masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi yang berlangsung pada 1482 – 1521.
-
Di mana Kerajaan Pajajaran berpusat? Kerajaan Pakuan Pajajaran berdiri di Jawa Barat dan berpusat di Bogor.
-
Dimana pusat Kerajaan Pajajaran? Pusat kerajaannya ada di wilayah perbatasan antara Kecamatan Tamansari dan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, persisnya di kaki Gunung Salak.
-
Siapa yang memimpin Pajajaran di masa kejayaan? Kerajaan Pakuan Pajajaran berdiri di Jawa Barat dan berpusat di Bogor. Mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja yang memerintah tahun 1482-1521. Orang Sunda memanggilnya Prabu Siliwangi.
-
Kapan Kerajaan Pajajaran mencapai puncak kejayaannya? Kerajaan Pakuan Pajajaran berdiri di Jawa Barat dan berpusat di Bogor. Mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja yang memerintah tahun 1482-1521. Orang Sunda memanggilnya Prabu Siliwangi.
-
Apa kerja sama Pajajaran dan Portugis? Bentuk kerja sama itu antara lain, Portugis diizinkan membangun benteng di wilayah Kalapa. Pajajaran memberikan 1.000 karung lada, yang harus ditukar dengan barang-barang keperluan yang dibawa oleh kapal-kapal Portugis dari luar negeri.
-
Mengapa Pajajaran menjalin kerjasama dengan Portugis? Saat itu Sri Baduga mendengar kabar jika Portugis baru saja merebut Malaka. Angkatan Laut Portugis pun terbilang kuat, maka Pajajaran menjajaki persekutuan dengan Portugis.
Kabarnya, kerajaan tersebut sudah mulai melakukan perdagangan berskala besar dengan kerajaan-kerajaan lain dan negeri seberang. Berikut informasinya.
Masyarakat Menggantungkan Hidup dari Bertani
Merujuk buku “Hitam Putih Pajajaran: dari Kejayaan hingga Keruntuhannya” karya Fery Taufiq El-Jaquene, di masa itu masyarakat Pajajaran banyak yang menggantungkan hidup sebagai petani.
Tidak diketahui secara pasti apa saja hasil bumi yang menjadi andalan mereka pada saat itu. Namun setidaknya ada dua hasil bumi yang memiliki kualitas sangat baik, yakni lada dan asam.
Kultur masyarakat pertanian ini juga sempat tercatat dalam naskah Parahyangan yang menyebut bahwa orang-orang Pajajaran memiliki mata pencaharian sebagai Pehuma (petani ladang), Penggerak (pemburu) dan Sasadap (penyadap).
Kerajaan Pajajaran Dibangun di Hampir Setengah Pulau Jawa
Dalam catatan pelaut Portugis, Tome Pires, disebut bahwa kerajaan Pajajaran menguasai hampir setengah dari pulau Jawa. Ini berdasarkan pengamatannya yang dilakukan sepanjang tahun 1512-1515 dan termuat dalam buku Suma Oriental.
Menurutnya, kekuasaan Pajajaran membentang dari pusatnya di Jawa sebelah barat, lalu ke Urang Kanekes (Banten), hingga ke tengah Jawa bagian selatan yakni Cilacap. Tak heran jika sebagian masyarakatnya hingga saat ini, fasih berbahasa Sunda.
Luasnya bentangan keberadaan Pajajaran merupakan bukti bahwa kerajaan ini terbilang maju dan besar. Itulah mengapa mereka mampu membangun peradabannya hanya dari penjualan rempah.
Memiliki Jalan yang Menghubungkan Pulau Jawa
Pembangunan tak akan merata bila tidak ada jalan, itulah mengapa Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi amat memperhatikan kehadirannya.
Di masa itu, jaringan jalan menjadi infrastruktur pertama yang dibangun. Ia menginginkan agar hampir seluruh pulau Jawa bisa terhubung. Pusat dari jalan tersebut ada di Pakuan Pajajaran yang juga sebagai pusat kerajaan wilayah Bogor.
Jalan tersebut, lantas dibentangkan ke sisi barat yakni Kanekes atau Banten, lalu berputar ke timur hingga tepi sungai Cimanuk. Jalan kembali dipanjangkan sampai Cibarusah, Cikao, Purwakarta hingga batas paling timur di selatan kerajaan yakni Cilacap.
Enam Pelabuhan Besar Penopang Ekonomi
Kerajaan Pajajaran telah mengandalkan pelabuhan sejak abad ke-14 silam. Setidaknya, terdapat enam pelabuhan besar yang dibangun sebagai media transaksi rempah dengan kerajaan lainnya.
Adapun keenam pelabuhan tersebut yakni pelabuhan di tepi sungai Cibanten, dengan saran penjualan ke wilayah Sumatera bahkan negeri Maladewa yang berada di sisi selatan barat daya India. Pelabuhan Pontang, Pelabuhan Cigede dengan lingkup transaksi Pariaman, Andalas, Tulang Bawang dan Sekampung.
Kemudian Pelabuhan Tamgara, yang merupakan kota besar dan terakhir adalah Sunda kelapa yang menjadi pintu perdagangan dunia internasional saat itu.
Jalan-jalan Diperkeras dan Dibangun Parit Kota
Kemajuan kota semakin bertambah dengan adanya pembangunan parit di sekeliling kota. Parit ini berfungsi untuk menyediakan pengairan bagi pertanian yang menjadi komoditas andalan Pajajaran.
Selain itu, di masa Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, jalan-jalan tak hanya dibuat dengan cara membabad hutan. Namun, ia menggunakan teknik perkerasan jalan dengan memadatkan batu.
Bukti ini tertulis dalam prasasti Huludayeuh yang ditemukan di Cikalahang, Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Mengutip berkalaarkeologi.kemdikbud.go.id prasasti ini menuliskan rasa terima kasih rakyat karena sudah dibangunkan parit hingga jalan oleh Prabu Siliwangi.