Kaya Sumber Daya Alam, RI Berpotensi Besar Pimpin Perdagangan Karbon Dunia
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, Indonesia kaya dengan Sumber daya alam, dan Indonesia berpotensi besar untuk memimpin perdagangan karbon di dunia. Sebab, memiliki kawasan hutan tropis terbesar ketiga di dunia yakni 125 juta hektar.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, Indonesia kaya dengan Sumber daya alam, dan Indonesia berpotensi besar untuk memimpin perdagangan karbon di dunia. Sebab, memiliki kawasan hutan tropis terbesar ketiga di dunia yakni 125 juta hektar.
"Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin (perdagangan karbon), Indonesia memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia seluas 125 juta hektar. Indonesia diperkirakan mampu menyerap 25 Miliar karbon. Ini belum termasuk hutan bakau dengan potensi penyerapan karbon yang lebih besar," kata Mahendra dalam International Seminar on Carbon Trade 2022, Selasa (27/9).
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
-
Apa yang dilakukan OJK untuk memperingati Hari Antikorupsi Sedunia? Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus menegakkan integritas dan menerapkan budaya antikorupsi dalam pelaksaan tugas dan fungsinya sebagai otoritas di sektor jasa keuangan.
-
Dimanakah Embung Alastuwo berada? Embung Alastuwo yang terletak di Desa Wonolepo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, sudah lima bulan ini kering tanpa air.
-
Apa itu SLIK OJK? SLIK OJK adalah istilah yang berhubungan dengan penilaian pengajuan kredit atau pinjaman.
-
Kapan Arumi Bachsin mendampingi Emil Dardak di acara HUT RI di Surabaya? Arumi datang ke Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Jawa Timur, pada pagi hari Sabtu, 17 Agustus 2024.
-
Apa yang menjadi fokus OJK dalam mendukung kemajuan UMKM? UMKM adalah ujung tombak perekonomian. Di tengah dinamika perekonomian dunia yang tidak menentu, perekonomian Indonesia tumbuh sangat baik di atas 5 persen, tapi tentu harus terus menemukan sumber-sumber ekonomi baru. Salah satunya dengan UMKM dan juga di daerah. Literasi keuangan sebagai pondasi pemberdayaan UMKM,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi dalam sambutannya pada acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (Like IT) ke-2 di Pontianak, Selasa (29/8).
Berdasarkan angka-angka ini, Indonesia dapat menghasilkan pendapatan sebesar USD 565 miliar dari Perdagangan karbon. Di mana Pemerintah telah mengesahkan Perpres 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
"Salah satunya adalah pelatihan karbon ke pasar karbon. Agar inisiatif ini terealisasi, Kami akan mendapatkan kerangka peraturan yang jelas untuk otoritas dan pengoperasian Pasar karbon dari masa mendatang. Omnibus Law di bidang jasa keuangan dan peraturan lainnya yang sudah ada, baik untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri," ujarnya.
Di sisi lain, hal penting lainnya untuk mendorong pasar karbon yaitu membangun dan memperkuat infrastruktur pasar untuk dapat mendukung beroperasinya Pasar karbon. Selain itu, penting untuk menyiapkan mekanisme pengawasan yang sesuai bagi Pasar karbon.
Dia menegaskan, industri Jasa Keuangan Indonesia siap mendukung inisiatif tersebut. Meskipun tekanan dari perlambatan ekonomi global dan inflasi sangat tinggi. Namun, kata Mahendra, sektor keuangan Indonesia tetap tangguh di tengah ketidakpastian ini.
Kendati demikian, dia menilai perjalan ke NetZero emission semakin terlambat dengan adanya berbagai kebijakan yang diadopsi oleh banyak mitra dagang. Tapi, Indonesia dalam banyak hal berada di garis Depan dalam memenuhi komitmen Internasional untuk pengurangan emisi karbon.
"OJK sangat mendukung upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dan kita harus bangga bahwa Indonesia berarti dan kemungkinan akan melampaui target yang ditetapkan dalam kesepakatan Paris untuk pengurangan emisi CO2 dalam jangka waktu 2030," ujarnya.
Maka dari itu, Indonesia harus siap untuk lebih mempercepat upaya mencapai keberlanjutan terutama dalam kerangka SDGS, yang merupakan kunci penting untuk menyeimbangkan lingkungan dengan kemajuan ekonomi dan sosial.
"Salah satu elemen kunci dalam proses mengatasi perubahan iklim adalah kecepatan transisi, dari ekonomi berbasis fosil ke energi terbarukan, sementara energi terbarukan seperti matahari, angin, panas bumi, atau bahkan Hidro merupakan campuran Energi utama di masa depan. Saat ini, mereka tidak mampu menggantikan energi yang dihasilkan dari bahan bakar fosil, yang tetap menjadi prasyarat mendasar bagi pertumbuhan industri dan ekonomi secara berkelanjutan," pungkasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)