Kenaikan Suku Bunga Negara Maju Jadi Risiko Berbahaya Bagi Ekonomi RI
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky mengatakan, meningkatnya tren suku bunga di beberapa negara maju menjadi resiko paling berbahaya bagi perekonomian Indonesia di tahun 2023. Sementara, meningkatnya inflasi secara global tidak terlalu berdampak bagi Indonesia.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky mengatakan, meningkatnya tren suku bunga di beberapa negara maju menjadi resiko paling berbahaya bagi perekonomian Indonesia di tahun 2023. Sementara, meningkatnya inflasi secara global tidak terlalu berdampak bagi Indonesia.
"Paling menyeramkan suku bunga tinggi sebenarnya karena suku bunga tinggi itulah yang kelihatannya menjadi salah satu risiko terbesar. Bukan salah satu, malah risiko terbesar," kata Awalil Rizky dalam acara Bright Institute "Insight Economic 2023: Ancaman Krisis Ekonomi" Selasa (27/12).
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Kenapa Presiden Sukarno merasa kesulitan keuangan? "Adakah seorang kepala negara lain yang melarat seperti aku hingga sering meminjam uang dari ajudan?' kata Sukarno. "Dalam hal keuangan aku tidak mencapai banyak kemajuan sejak zaman Bandung," tambahnya.
-
Siapa yang dikabarkan mengalami kesulitan keuangan? Meskipun kabar suami Zaskia Gotik yang sedang mengalami kesulitan keuangan, rumah tangga mereka dengan Sirajuddin semakin harmonis.
-
Bagaimana kondisi ekonomi Indonesia di era Soekarno? Dalam buku berjudul 'Jakarta 1950-1970', seorang dokter bernama Firman Lubis mengutarakan kondisi ekonomi Indonesia saat itu amat kacau. "Inflasi melangit dan menyebabkan nilai rupiah merosot tajam dalam waktu yang relatif singkat. Sebagai gambaran, ongkos naik bus umum yang pada tahun 1962 masih Rp1 berubah menjadi Rp1000 pada tahun 65,"
-
Bagaimana responden menilai kondisi ekonomi nasional saat ini? Ini ditandai dengan 26,0 persen masyarakat yang menilai ekonomi nasional saat ini buruk. Angka ini seimbang dengan 26,0 persen masyarakat yang mengatakan ekonomi baik. Umumnya ekonomi nasional dinilai sedang, yakni sebesar 42,4 persen, akan tetapi lebih banyak yang menilai sangat buruk daripada yang sangat baik. Dengan persentase 3,5 persen sangat buruk. Lalu hanya 1,4 persen masyarakat yang menilai kondisi ekonomi nasional sangat baik.
-
Kenapa penting untuk membuat anggaran yang ketat dalam menghadapi potensi krisis ekonomi? Mulailah dengan membuat anggaran yang sangat rinci untuk memantau pendapatan dan pengeluaran secara teratur. Identifikasi area di mana Anda dapat mengurangi biaya, seperti langganan yang tidak perlu atau pengeluaran makan di luar.
Dia menegaskan, jika suku bunga di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya sudah semakin tinggi, maka akan membuat aliran modal justru beralih dari negara berkembang. "Ya duit itu kan air, dia mengalirnya kesana. Kurang lebih seperti itu, likuiditas bisa kesulitan," ujarnya.
Oleh karena itu, jika kondisi eksternal tersebut semakin tidak menguntungkan pada tahun 2023 mendatang, maka fundamental ekonomi Indonesia bisa rapuh atau tidak cukup kuat, karena tidak mampu menghadapi ketidakpastian global.
"Jadi, fundamental mendefinisikan dari yang kita pakai, apa, bagaimana, dan untuk siapa barang dan jasa di negara tersebut diproduksi. Bukan seperti makro ekonomi, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, padahal harus melihat seluruhnya fundamental ekonomi ini kuat atau tidak," jelasnya.
Meskipun Pemerintah dan Bank Indonesia menyatakan fundamental ekonomi Indonesia kuat, namun menurutnya, menilai fundamental ekonomi itu tidak hanya dilihat dari pertumbuhan ekonominya, inflasi yang rendah, angka pengangguran yang menurun, dan lainnya.
Melainkan, fundamental ekonomi adalah hal-hal yang mendasar dalam suati perekonomian yang memberi gambaran jawaban atas apa, bagaimana dan untuk apa barang dan jasa diproduksi dalam kurun waktu cukup panjang.
"Ini berbeda dengan definisi otoritas bahwa fundamental ekonomi itu makro ekonomi, bahkan ada yang menyebut pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, transaksi berjalan hanya itu saja. Padahal pengertiannya harus dilihat secara keseluruhan dan datanya tidak bisa data 1-2 tahun tapi 5 tahun ke atas, sehingga kita bisa melihat apakah fundamental suatu negara ini fundamentalnya kuat apa tidak," jelasnya.
Jika fundamental ekonomi hanya dilihat dari indikator secara makro saja, maka bukan berarti perekonomian suatu negara akan kuat. Namun, jika dilihat lebih mendalam fundamental ekonominya ada kemungkinan banyak resiko-resiko terjadinya krisis, sehingga diperlukan mitigasi.
"Hal itu membuat kita benar-benar rentan di 2023, kalau melihatnya dari indikator-indikator saja secara makro ekonomi tidak terlalu buruk its oke. Pengangguran juga berkurang, dan inflasi tidak tinggi-tinggi amat, tetapi kalau lihat jeroannya bagaimana sistemnya, dari luar kelihatannya baik tapi resikonya tinggi untuk terjadi krisis," pungkasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)