Uang Negara Rp310,61 Triliun dan 58 Kg Emas Dikorupsi pada 2024
Selain kasus korupsi, Harli Siregar juga mengungkapkan Kejaksaan Agung menangani berbagai tindak pidana lainnya, termasuk perpajakan, kepabeanan dan cukai.
Kejaksaan Agung (Kejagung) melaporkan bahwa total kerugian negara akibat dugaan korupsi pada tahun 2024 mencapai Rp310,61 triliun, 7,88 juta dolar Amerika Serikat (AS), dan 58,135 kilogram emas.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa selama 2024, Kejagung telah melakukan penyelidikan terhadap 2.316 kasus tindak pidana korupsi, dengan 1.589 kasus dalam tahap penyidikan, 2.036 kasus dituntut, dan 1.836 kasus dieksekusi.
“Kemudian ada pula upaya hukum banding sebanyak 511 perkara, kasasi 420 perkara, dan peninjauan kembali sebanyak 59 perkara pada tindak pidana korupsi,” ujar Harli dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Jakarta pada Selasa, 31 Desember 2024, seperti yang dikutip dari Antara.
Harli merinci bahwa kerugian negara tersebut berasal dari dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015-2022, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun serta dugaan korupsi Besitang-Langsa yang mencapai Rp1 triliun.
Selain itu, terdapat dugaan korupsi terkait penyalahgunaan wewenang dan penjualan emas oleh Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 Antam yang merugikan negara sebesar Rp1,07 triliun dan 58,135 kg emas, serta dugaan korupsi pengelolaan komoditas emas pada tahun 2010-2022 yang mencapai Rp24,58 miliar.
Di samping itu, ada dugaan korupsi Duta Palma senilai Rp4,79 triliun dan 7,88 juta dolar AS, serta dugaan korupsi dalam importasi gula di Kementerian Perdagangan untuk periode 2015-2023 yang mencapai Rp400 miliar.
Tangani Kasus Selain Korupsi
Harli juga menambahkan bahwa selain tindak pidana korupsi, Kejagung menangani kasus tindak pidana lainnya, termasuk perpajakan, kepabeanan, dan cukai.
Untuk tindak pidana perpajakan, terdapat 73 perkara yang dituntut, 51 perkara yang dieksekusi, serta upaya hukum banding pada delapan perkara, kasasi tiga perkara, dan peninjauan kembali pada tiga perkara.
Sementara itu, dalam bidang kepabeanan, terdapat berbagai tindak pidana yang ditangani. Adapun rincian penuntutan mencakup sebanyak 51 perkara, eksekusi sebanyak 35 perkara, banding sebanyak dua perkara, kasasi sebanyak tiga perkara, dan peninjauan kembali (PK) sebanyak tiga perkara.
Harli menambahkan bahwa di sektor cukai, penuntutan tercatat sebanyak 157 perkara, dengan eksekusi mencapai 131 perkara, banding sebanyak 17 perkara, dan kasasi sebanyak 13 perkara. Selain itu, terdapat pula 184 perkara yang menarik perhatian publik di seluruh Indonesia selama tahun ini.