Ketidakpastian Ekonomi Global Justru Untungkan Indonesia, Begini Penjelasannya
Bank Indonesia melihat inflasi di Amerika Serikat mendekati inflasi jangka menengah.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Juli Budi Winantya, mengatakan ketidakpastian pasar keuangan global meningkatkan aliran modal masuk asing (capital inflow) ke negara berkembang termasuk Indonesia.
Hal itu salah satunya disebabkan oleh perekonomian di negara maju semakin melambat, utamanya di Amerika Serikat (AS). kata Juli, Bank Indonesia melihat inflasi di AS diperkirakan akan semakin mendekati sasaran inflasi jangka menengah sebesar 2 persen di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya angka pengangguran.
- Ekonomi Global Masih Dihantui Ketidakpastian, Begini Dampaknya ke Sektor Jasa Keuangan RI
- Nilai Tukar Rupiah Anjlok, Menko Airlangga: Karena Ekonomi Amerika Membaik
- Bank Indonesia Jelaskan Kenapa Dolar AS Begitu Kuat dan Buat Kurs Rupiah Anjlok
- Jepang dan Inggris Masuk Jurang Resesi, Ternyata Begini Dampaknya ke Ekonomi Dunia
Kemudian dengan perkembangan tersebut mendorong prospek penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih cepat dan lebih besar dari perkiraan semula. Sejalan dengan itu, yield US Treasury tenor 2 tahun menurun lebih besar sehingga menjadi lebih rendah dari yield US Treasury 10 tahun.
“Tentunya penurunan Yield ini mengakibtkan investasi di pasar keuangan negara berkembang utamanya kita lihat disini aliran modal meningkat ke emerging market, termasuk Indonesia. Kalau kita lihat komposisinya, aliran investasi asing lebih ke aset-aset yang jangka panjang,” kata Juli dalam Taklimat Media di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (24/9).
Disamping itu, Juli mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kini masih terbilang sangat baik di tengah ketidakpastian global. Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih perlu terus didorong.
Oleh karena itu, berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 September 2024 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75 persen.
Keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi pada tahun 2024 dan 2025 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen, penguatan dan stabilitas nilai tukar Rupiah, dan perlunya upaya untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.
“Inilah alasan low basis diturunkannya BI rate sebagai upaya-upaya pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih lanjut,” pungkasnya.