Kondisi Dunia di Tengah Ancaman Krisis Ekonomi Seperti Tahun 1980
Presiden Bank Dunia, David Malpass mengatakan, pertumbuhan global bisa turun menjadi 2,1 persen pada 2022 dan 1,5 persen pada 2023, mendorong pertumbuhan per kapita mendekati nol, jika risiko penurunan terwujud.
Bank Dunia pada Selasa (7/6) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global hampir sepertiga menjadi 2,9 persen untuk 2022. Ini menjadi indikasi bahwa invasi Rusia ke Ukraina telah menambah kerusakan akibat pandemi Covid-19. Dampaknya, banyak negara sekarang menghadapi resesi.
"Perang di Ukraina telah memperbesar perlambatan ekonomi global dan pertumbuhan yang lemah dan inflasi yang berlarut-larut," kata Bank Dunia dalam laporan Prospek Ekonomi Global,.
-
Bagaimana kondisi ekonomi Indonesia di era Soekarno? Dalam buku berjudul 'Jakarta 1950-1970', seorang dokter bernama Firman Lubis mengutarakan kondisi ekonomi Indonesia saat itu amat kacau. "Inflasi melangit dan menyebabkan nilai rupiah merosot tajam dalam waktu yang relatif singkat. Sebagai gambaran, ongkos naik bus umum yang pada tahun 1962 masih Rp1 berubah menjadi Rp1000 pada tahun 65,"
-
Kapan inflasi terjadi? Inflasi terjadi ketika harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan yang terus-menerus dalam suatu periode waktu tertentu hingga mengurangi daya beli uang.
-
Kenapa krisis moral menjadi masalah di Indonesia? Krisis moral tengah masif terjadi di tengah masyarakat. Apa yang menjadi penyebab dan bagaimana dampaknya?
-
Apa yang terjadi pada nilai tukar rupiah ketika Indonesia mengalami hiperinflasi di tahun 1963-1965? Di tahun 1963 hingga Soekarno lengser sebagai Presiden tahun 1965, Indonesia mengalami hiperinflasi sebesar 635 persen dengan nilai tukar rupiah saat itu berkisar Rp11 per USD1.
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya? Jika dibandingkan dengan kuartal II-2022, ekonomi RI mengalami perlambatan. Sebab tahun lalu di periode yang sama, ekonomi mampu tumbuh 5,46 persen (yoy).
-
Bagaimana inflasi mempengaruhi nilai investasi? “Inflasi juga dapat memengaruhi nilai tukar. Negara-negara dengan tingkat inflasi rendah biasanya mengalami apresiasi nilai mata uang dibandingkan negara-negara dengan inflasi yang lebih tinggi,” ujar Kar Yong Ang.
Presiden Bank Dunia, David Malpass mengatakan, pertumbuhan global bisa turun menjadi 2,1 persen pada 2022 dan 1,5 persen pada 2023, mendorong pertumbuhan per kapita mendekati nol, jika risiko penurunan terwujud.
Malpass mengatakan, pertumbuhan global sedang dihantam oleh perang, penguncian Covid-19 baru di China, gangguan rantai pasokan dan meningkatnya risiko stagflasi dan periode pertumbuhan lemah serta inflasi tinggi yang terakhir terlihat pada 1970-an.
"Bahaya stagflasi cukup besar hari ini," tulis Malpass dalam kata pengantar laporan tersebut.
"Pertumbuhan yang lemah kemungkinan akan bertahan sepanjang dekade karena investasi yang lemah di sebagian besar dunia. Dengan inflasi yang sekarang berjalan pada level tertinggi selama beberapa dekade di banyak negara dan pasokan diperkirakan tumbuh lambat, ada risiko bahwa inflasi akan tetap lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama."
Potensi Krisis Seperti 1980
Antara 2021 dan 2024, laju pertumbuhan global diproyeksikan melambat sebesar 2,7 poin persentase, kata Malpass, lebih dari dua kali perlambatan yang terlihat antara 1976 dan 1979.
Laporan tersebut memperingatkan bahwa kenaikan suku bunga yang diperlukan untuk mengendalikan inflasi pada akhir 1970-an begitu curam. Sehingga memicu resesi global pada 1982, dan serangkaian krisis keuangan di pasar negara-negara emerging market dan berkembang.
Ayhan Kose, direktur unit Bank Dunia yang menyiapkan prakiraan tersebut, mengatakan kepada wartawan bahwa ada ancaman nyata pengetatan kondisi keuangan yang lebih cepat dari perkiraan dapat mendorong beberapa negara ke dalam jenis krisis utang yang terlihat pada 1980-an.
Meskipun ada kesamaan dengan kondisi saat itu, ada juga perbedaan penting, termasuk kekuatan dolar AS dan harga minyak yang umumnya lebih rendah, serta neraca yang umumnya kuat di lembaga keuangan besar.
Untuk mengurangi risiko, kata Malpass, pembuat kebijakan harus bekerja untuk mengoordinasikan bantuan untuk Ukraina, meningkatkan produksi pangan dan energi, dan menghindari pembatasan ekspor dan impor yang dapat menyebabkan lonjakan harga minyak dan pangan lebih lanjut.
Dia juga menyerukan upaya untuk meningkatkan pengurangan utang, memperingatkan bahwa beberapa negara berpenghasilan menengah berpotensi berisiko; memperkuat upaya penanggulangan Covid; dan mempercepat transisi ke ekonomi rendah karbon.
Pertumbuhan Negara Maju
Pertumbuhan di negara-negara maju diproyeksikan melambat tajam menjadi 2,6 persen pada 2022 dan 2,2 persen pada 2023 setelah mencapai 5,1 persen pada 2021.
Pertumbuhan AS diperkirakan turun menjadi 2,5 persen pada 2022, turun dari 5,7 persen pada 2021, dengan zona euro mengalami pertumbuhan 2,5 persen setelah 5,4 persen.
Negara-negara emerging market dan berkembang diperkirakan mencapai pertumbuhan hanya 3,4 persen pada 2022, turun dari 6,6 persen pada 2021, dan jauh di bawah rata-rata tahunan sebesar 4,8 persen yang terlihat pada 2011-2019.
Ekonomi China diperkirakan tumbuh hanya 4,3 persen pada 2022 setelah tumbuh 8,1 persen pada 2021.
Dampak negatif dari perang di Ukraina akan lebih dari mengimbangi dorongan jangka pendek yang diperoleh eksportir komoditas dari harga energi yang lebih tinggi, dengan perkiraan pertumbuhan 2022 direvisi turun di hampir 70 persen dari negara-negara emerging market dan berkembang.
Ekonomi regional Eropa dan Asia Tengah, yang tidak termasuk Eropa Barat, diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 2,9 persen setelah tumbuh sebesar 6,5 persen pada 2021, sedikit rebound ke pertumbuhan 1,5 persen pada 2023. Ekonomi Ukraina diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 45,1 persen dan Rusia 8,9 persen.
Pertumbuhan diperkirakan melambat tajam di Amerika Latin dan Karibia, mencapai hanya 2,5 persen tahun ini dan melambat lebih lanjut menjadi 1,9 persen pada 2023, kata bank tersebut.
Timur Tengah dan Afrika Utara akan mendapat manfaat dari kenaikan harga minyak, dengan pertumbuhan diperkirakan mencapai 5,3 persen pada 2022 sebelum melambat menjadi 3,6 persen pada 2023, sementara Asia Selatan akan melihat pertumbuhan 6,8 persen tahun ini dan 5,8 persen pada 2023.
Pertumbuhan Afrika Sub-Sahara diperkirakan akan sedikit melambat menjadi 3,7 persen pada 2022 dari 4,2 persen pada 2021, kata Bank Dunia.
(mdk/idr)