Lebih Mahal Mana Biaya Pilpers Amerika Serikat atau Indonesia? Ini Datanya
Tidak ada anggaran khusus Pilpres di Amerika Serikat.
Kamala Haris dan Donald Trump tengah memperebutkan kuasa sebagai presiden negeri adidaya tersebut. Dalam penghitungan suara terkini pada Rabu (6/11) siang, Donald Trump unggul dari Kamala Harris.
Pemilihan presiden Amerika memang seperti magnet negara di dunia. Sebab, kebijakan yang dikeluarkan presiden terpilih nantinya memiliki dampak langsung dan tidak langsung bagi negara-negara, baik dari sisi ekonomi ataupun politik.
- Pesan Tegas Kapolres Inhil ke Personel: Netralitas Harga Mati, Jaga Nama Baik Jangan Posting Hal Mencoreng
- Tak Seribet di Indonesia, Melamar Kerja di Amerika Serikat Hanya Bawa Persyaratan ini
- Pilpres Belum Selesai, Anies Baswedan Ogah Bicara Pilgub DKI
- Kerja di Amerika Serikat, Gaji Orang Indonesia Lebih Besar 5 Kali Lipat
Sengitnya pemilihan presiden di Amerika juga cukup menguras uang negara. Meski di Amerika tidak mengenal biaya khusus untuk penyelenggaraan Pilpres, namun biaya yang dikeluarkan setiap kali ada pemilihan nilainya cukup besar.
Biaya pemilihan presiden AS dapat sangat bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, seperti belanja kampanye, biaya iklan, dan tingkat persaingan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pemilihan presiden memakan biaya yang sangat mahal.
Pada pemilu presiden tahun 2020, total belanja diperkirakan sekitar USD14 miliar (Rp221 triliun), termasuk belanja kandidat, partai politik, dan kelompok luar (seperti Super PAC). Hal ini menandai peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, seiring dengan meningkatnya belanja iklan digital dan metode kampanye modern lainnya.
Kampanye itu sendiri biasanya menghabiskan miliaran dolar untuk iklan televisi, iklan digital, perjalanan, staf, dan upaya penjangkauan. Super PAC dan kelompok pembelanja dari luar juga dapat mengumpulkan dan membelanjakan uang dalam jumlah tak terbatas untuk mendukung atau menentang kandidat, sehingga semakin meningkatkan biaya keseluruhan.
Biaya Pilpres di Amerika Serikat
Di AS, tidak ada anggaran federal khusus yang dialokasikan hanya untuk pemilihan presiden itu sendiri. Namun, ada beberapa bidang utama pendanaan terkait pemilu, yang didistribusikan ke berbagai tingkat pemerintahan.
Meskipun pemerintah federal AS tidak mengalokasikan anggaran khusus hanya untuk pemilihan presiden, terdapat dana federal untuk administrasi dan keamanan pemilu, namun sebagian besar biaya yang terkait dengan pemilihan presiden (baik dalam hal kampanye dan logistik) ditanggung oleh negara bagian dan lokal, pemerintah, serta para kandidat dan partai politik itu sendiri.
Pada Pilpres 2024, setelah Presiden Joe Biden mengundurkan diri dari pencalonan dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2024 pada bulan Juni, ia menyatakan dukungannya untuk Wakil Presiden Kamala Harris sebagai calon Presiden dari Partai Demokrat.
Langkah ini mendorong lonjakan besar dana untuk Partai Demokrat, terutama untuk kampanye Harris. Dalam 24 jam setelah Harris secara resmi mengumumkan pencalonannya, dana sebesar USD81 juta atau setara Rp1,2 triliun (kurs Rp15.790 per USD) berhasil dikumpulkan untuk mendukung kampanyenya.
Kampanye Kamala Harris kemudian menjadi salah satu penggerak utama dalam menggalang dana bagi Partai Demokrat. Ia berhasil mencatat rekor baru dengan meraup USD1 miliar atau sekitar Rp15,7 triliun hanya dalam kurun waktu tiga bulan.
Pada bulan Oktober, Harris memasuki fase kampanye dengan keunggulan besar atas pesaingnya dari Partai Republik, mantan Presiden Donald Trump. Dalam bulan September saja, Harris berhasil mengumpulkan dana sebesar USD378 juta atau Rp5,9 triliun, tiga kali lipat dari jumlah yang berhasil dikumpulkan Trump. Harris juga menunjukkan dominasinya dengan mengungguli Trump dalam hal penggalangan donatur kecil.
Di sisi lain, meskipun dana kampanyenya lebih sedikit dibandingkan Harris, Trump masih mampu menarik dukungan dana yang signifikan. Pada bulan September, ia berhasil mengumpulkan dana sebesar USD160 juta atau sekitar Rp2,5 triliun.
Dalam acara yang digelar pada bulan Juni, Trump berhasil membawa pulang USD50 juta atau sekitar Rp789 miliar hanya dalam 45 menit berbicara di hadapan para donatur.
Selain itu, berkat basis pendukung setianya, ketika Trump dinyatakan bersalah atas tuduhan pemalsuan catatan bisnis pada bulan Mei, ia berhasil memanfaatkan situasi tersebut untuk menggalang dana tambahan sebesar USD52,8 juta atau sekitar Rp833 miliar dalam waktu kurang dari 24 jam.
Di Amerika Serikat, pendanaan kampanye politik diatur oleh undang-undang untuk menjaga transparansi dan mencegah potensi korupsi. Komisi Pemilihan Umum Federal (FEC) adalah badan yang bertanggung jawab menegakkan peraturan terkait dana kampanye ini. Dalam aturan yang berlaku, individu, organisasi, dan perusahaan diperbolehkan menyumbang pada kampanye politik, tetapi ada batasan mengenai jumlah yang dapat mereka sumbangkan langsung kepada kandidat tertentu.
Sebagian besar dana kampanye kandidat umumnya berasal dari kontribusi individu. Donatur yang lebih kaya cenderung memberikan sumbangan yang lebih besar.
Berdasarkan peraturan hukum, setiap individu dapat memberikan sumbangan hingga USD3.300 per kandidat untuk setiap pemilihan dalam siklus pemilu 2024.
Selain itu, kedua partai juga memiliki komite di tingkat federal maupun negara bagian yang turut mengumpulkan dana. Kandidat pun dapat memilih untuk mendanai kampanye mereka sendiri, seperti yang pernah dilakukan Trump di masa lalu.
Anggaran Pilpres Indonesia
Pada Pilpres tahun 2019, anggaran yang dialokasikan Kementerian Keuangan sebesar Rp25,59 triliun atau naik 61 persen dibanding Pilpres 2014. Anggaran ini juga diperuntukan pelaksanaan pemilihan legislative yang dihelat bersamaan dengan Pilpres.
“Berdasarkan data, alokasi anggaran untuk persiapan awal di tahun 2017 sekitar Rp465,71 miliar. Kemudian pada 2018 (alokasi) mencapai Rp9,33 triliun. Selanjutnya di 2019 ini, kita sudah menganggarkan sampai Rp15,79 triliun. Jadi totalnya dalam 3 tahun itu kita menyiapkan anggaran sebanyak Rp25,59 triliun,” kata Direktur Jenderal Anggaran (Dirjen Anggaran) Kementerian Keuangan yang saat itu dijabat oleh Askolani.
Kenaikan angagran untuk Pilpres 2019 seiring dengan kenaikan honorarium bagi petugas.
Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Isa Rachmatarwata menyampaikan biaya untuk Pilpres tahun 2024 sebesar Rp38,2 triliun.
Total keseluruhan biaya ini untuk menetapkan antara lain jumlah kursi, pengawasan penyelenggara Pemilu, pemutakhiran data pemilih, penyusunan dapil, pengelolaan dan pengadaan laporan dan dokumentasi logistik.
Anggaran tersebut utamanya dialokasikan pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Untuk anggaran Pemilu TA 2024 sebesar Rp38,2 triliun, dana tersebut telah disiapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2024. Menurut Isa Rachmatawarta, besaran anggaran tersebut hanya untuk kesiapan penyelenggaraan Pemilu 2024 satu putaran.
Meski demikian, Kemenkeu telah memastikan anggaran untuk Pemilu 2024 juga dicadangkan bila terjadi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sampai dua putaran. Dimana putaran kedua akan dilaksanakan pada 26 Juni 2024.
“Kita pokoknya sudah menyediakan cukup kok, tenang saja. Termasuk kalau ada putaran kedua, kita akan sediakan kalau Pilpresnya ada putaran kedua ya. Jadi sudah siap kita, tinggal semoga yang terbaiklah buat Indonesia,” kata Isa.
Dia mencontohkan, realisasi anggaran pemilu 2022 mencapai Rp2,7 triliun atau 88,2 persen dari pagu anggaran sebesar Rp3,1 triliun. Sedangkan di tahun anggaran 2023, hingga 30 September 2023, telah mencapai Rp17,8 triliun atau 59,3 persen dari pagu anggaran sebesar Rp30,0 triliun.
Terdapat alasan kuat yang melatarbelakangi kenaikan cukup signifikan tersebut. Meskipun UU yang digunakan sama yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tetapi terdapat peraturan terkait yang mengalami perubahan, misalnya adanya perubahan berupa kenaikan honorarium Badan Adhoc.
Misalnya, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengalami kenaikan honorarium terbesar hingga 104 persen.
Reporter magang: Thalita Dewanty