Mau Bikin Keuangan Rontok, AS, Inggris, dan Jepang Kompak Serang Andalan Rusia
Mengapa Amerika Serikat memilih untuk menargetkan sektor energi Rusia?
Amerika Serikat dan Jepang mengambil langkah dengan memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia pada Jumat, 10 Januari 2025. Sanksi ini bertujuan untuk membatasi kemampuan Rusia dalam mendanai perang yang sedang berlangsung di Ukraina.
Menurut pengumuman dari kementerian luar negeri dan Gedung Putih, sanksi yang diterapkan oleh AS berfokus pada pengurangan pendapatan Rusia dari sektor energi, khususnya dengan menargetkan perusahaan-perusahaan besar seperti Gazprom Neft dan Surgutneftegas.
Kedua perusahaan ini berperan penting dalam produksi dan pengolahan minyak dan gas alam di Rusia. Lebih dari 200 entitas dan individu yang terlibat dalam sektor energi Rusia juga dikenakan sanksi, termasuk perusahaan yang terlibat dalam perdagangan minyak Rusia, penyedia layanan pengeboran, dan pejabat energi.
Selain itu, AS menetapkan 180 kapal tanker minyak sebagai "properti yang diblokir," yang sebagian besar merupakan bagian dari "armada bayangan" Rusia untuk mengangkut minyak secara diam-diam ke seluruh dunia.
"Langkah-langkah ini secara kolektif akan menguras miliaran dolar per bulan dari kas perang Kremlin dan, dengan demikian, meningkatkan biaya dan risiko bagi Moskow untuk melanjutkan perang yang tidak masuk akal ini," ungkap Wakil Penasihat Keamanan Nasional AS, Daleep Singh, seperti yang dikutip dari VOA pada Minggu, 12 Januari.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshimasa Hayashi, juga mengumumkan bahwa pihaknya telah membekukan aset 33 organisasi dan 12 individu, termasuk seorang warga negara Korea Utara, berdasarkan undang-undang devisa dan perdagangan luar negeri. Selain itu, 53 organisasi dari Rusia, China, dan negara lain juga dikenakan larangan ekspor serta langkah-langkah tambahan.
Yoshimasa menegaskan bahwa langkah ini diambil sebagai respons terhadap dukungan Korea Utara terhadap upaya perang Rusia, serta upaya Rusia untuk menggunakan negara ketiga dalam menghindari sanksi yang telah diterapkan sebelumnya.
Menurut BBC, untuk pertama kalinya sejak invasi Rusia ke Ukraina, Inggris bergabung dengan AS dalam memberikan sanksi langsung terhadap perusahaan energi Gazprom Neft dan Surgutneftegas.
"Menghantam perusahaan minyak Rusia akan menguras kas perang Rusia -- dan setiap rubel yang kita ambil dari tangan (Vladimir) Putin membantu menyelamatkan nyawa warga Ukraina," kata Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy.
Tanggapan Ukraina dan Rusia
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengungkapkan rasa terima kasihnya melalui akun media sosial X, dan menyebut sanksi terbaru sebagai "pukulan signifikan" yang akan menghambat kemampuan Rusia dalam melanjutkan perang. Ia menyatakan bahwa langkah-langkah yang diambil oleh Jepang akan berkontribusi untuk "membatasi akses Rusia terhadap mikroelektronika kritis dan (menciptakan) hambatan tambahan untuk produksi misil dan drone."
Menurut Zelenskyy, sanksi yang dikenakan oleh AS terhadap sektor minyak Rusia akan mengganggu seluruh rantai pasokan negara tersebut.
"Tindakan semacam ini mengirimkan pesan yang jelas: Para penjahat harus membayar atas kejahatan mereka," ujar Zelenskyy.
"Semakin sedikit pendapatan yang diperoleh Rusia dari minyak dan sumber daya energi lainnya, semakin cepat perdamaian akan terwujud," katanya menambahkan.
Di sisi lain, Rusia memberikan tanggapan yang berbeda. Dalam konferensi pers yang diadakan pada hari Jumat, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa sanksi-sanksi ini merupakan upaya pemerintahan Biden untuk "meninggalkan warisan paling beracun dalam hubungan bilateral" antara Rusia dan Amerika Serikat.
Peskov juga menyoroti putaran bantuan militer baru yang disetujui oleh AS dan sekutu Eropa dalam Kelompok Kontak Pertahanan Ukraina pada Kamis (9/1), serta menuduh pemerintahan Biden berusaha memperpanjang konflik di Ukraina sebelum Donald Trump menjabat pada 20 Januari. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengumumkan pada hari yang sama bahwa AS akan memberikan tambahan bantuan militer senilai USD 500 juta kepada Ukraina.