Masa Kecil Sering Dipukul Ibu, Kini Jadi Konglomerat Indonesia dan Beli Hotel di China
Pengalaman itu tidak membuatnya trauma apalagi dendam kepada sang ibu. Sebaliknya, hal itu melatih mentalnya menjadi tangguh.
Perusahaan milik miliuner kertas Indonesia, Sukanto Tanoto, yakni Pacific Eagle Real Estate membeli sebuah hotel mewah di Shanghai
Masa Kecil Sering Dipukul Ibu, Kini Jadi Konglomerat Indonesia dan Beli Hotel di China
Masa Kecil Sering Dipukul Ibu, Kini Jadi Konglomerat Indonesia dan Beli Hotel di China
- Jokowi Resmikan Hotel Nusantara, Dibangun Konglomerat Aguan dalam Waktu 9 Bulan
- Konglomerat Indonesia Kesulitan Jual Hunian Mewahnya di Singapura
- Usai Beli Hotel di China, Konglomerat Asal Indonesia Ini Jajaki Bisnis Properti Inggris
- Segini Harta Kekayaan Sukanto Tanoto, Konglomerat Indonesia yang Beli Hotel Mewah di China
Konglomerat asal Indonesia seperti tak ada habisnya memberikan kejutan fantastis.
Belakangan, perusahaan milik miliuner kertas Indonesia, Sukanto Tanoto, yakni Pacific Eagle Real Estate membeli sebuah hotel mewah di Shanghai dari pengembang China yang mengalami kekurangan dana.
Melansir Forbes, perusahaan perhotelan tersebut bernama Dalian Wanda Group. Akuisisi ini seiring dengan perluasan investasi properti perusahaan Sukanto.
Lalu, siapa Sukanto Tanoto?
Pria kelahiran Belawan, Sumatera Utara itu memiliki nama asli Tan Kang Hoo. Dia memiliki gurita bisnis di berbagai bidang, salah satunya perkebunan sawit yang digerakan melalui PT Raja Garuda Mas yang berbasis di Singapura. Dia bahkan mendapat julukan "Si Raja Sawit".
Sukanto menamatkan pendidikan SD di Belawan pada tahun 1960 dan melanjutkan jenjang SMP di Medan pada tahun 1963. Diusia 12 tahun Sukanto sangat gemar membaca buku.
Di beberapa kesempatan wawancara, Sukanto pernah bercerita bahwa masa kecilnya kerap dipukul oleh sang ibu. Hal ini disebabkan Sukanto sering keluyuran ke tepi laut hingga membuat sang ibu khawatir.
Kendati demikian, pengalaman itu tidak membuatnya trauma apalagi dendam kepada sang ibu. Sebaliknya, hal itu melatih mentalnya menjadi tangguh.
Ketangguhannya menghadapi kehidupan, sudah teruji ketika cita-citanya menjadi dokter tidak terwujud. Dia harus memupus harapannya ketika sang ayah meninggal. Sukanto pun menggantikan peran ayah menjadi tulang punggung keluarga. Dia meneruskan kegiatan sang ayah yaitu berjualan minyak, bensin, dan peralatan mobil.
Pekerjaan itu merupakan kegiatan sehari-hari bagi Sukanto. Setiap pulang sekolah, dia terbiasa membantu orangtuanya sambil membaca buku.
Dan, dari situ Sukanto alias Tan Kang Hoo pertama kali belajar keterampilan bisnis, termasuk menerima kenyataan dan tidak menyerah dalam keadaan apa pun, serta mencari solusi.
Sukanto pun merantau ke Medan untuk berdagang onderdil mobil. Seiring berjalannya waktu dia mengubah usaha itu menjadi general contractor dan supplier.
Satu waktu, Sukanto kedatangan tamu yang merupakan pejabat dari PT Pertamina (Persero), yang menawarkan kerja sama bidang kontraktor di Pangkalan Brandan. Sontak saja, kesempatan itu diambil Sukanto.
Insting bisnis Sukanto terus melihat peluang. Saat impor kayu lapis dari Singapura menghilang di pasaran, di Medan ia mendirikan perusahaan kayu, CV Karya Pelita, 1972.
Di saat orang lain belum membuat kayu lapis, dia memproduksi kayu lapis dan mengubah nama perusahaannya menjadi PT Raja Garuda Mas (RGM) pada tahun 1973.
Kayu lapis bermerek Polyplex itu diimpor ke berbagai negara Pasaran Bersama Eropa, Inggris, dan Timur Tengah.
Dalam bisnisnya, Sukanto pernah tersandung masalah. Perusahaannya bernama PT Inti Indorayon Utama (IIU) sempat ditentang oleh masyarakat dan aktivis Danau Toba. Sebab, perusahaan itu berpotensi merusak lingkungan.
PT IIU merupakan perusahaan yang bergerak di bidang reforestation menghasilkan pulp, kertas, dan rayon, serta mampu memasok bibit unggul pohon pembuat pulp di dalam negeri.
Belajar dari pengalaman itu, Sukanto membidik Riau sebagai lokasi ekspansi bisnisnya. Di sana, dia membuka hutan tanaman industri dan mendirikan PT Riau Pulp, pabrik pulp yang konon terbesar di dunia.