Menengok Proyeksi Industri di 2021, dari Ritel Hingga Perbankan
Pemerintah memperkirakan perekonomian Indonesia akan mulai memasuki masa pemulihan di tahun 2021. Hal ini didasarkan pada asumsi kurva infeksi Covid-19 sudah menunjukkan perlambatan disertai adanya prospek penemuan dan produksi vaksin, sehingga masalah pandemi ini bisa cepat teratasi.
Pemerintah memperkirakan perekonomian Indonesia akan mulai memasuki masa pemulihan di tahun 2021. Hal ini didasarkan pada asumsi kurva infeksi Covid-19 sudah menunjukkan perlambatan disertai adanya prospek penemuan dan produksi vaksin, sehingga masalah pandemi ini bisa cepat teratasi.
Meski demikian, ada beberapa sektor penopang pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tak langsung membaik meskipun nantinya vaksin sudah ditemukan. Salah satunya industri otomotif yang yang diperkirakan masih stagnan di tahun depan.
-
Kapan sektor otomotif di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat? Pada tahun 2000-an, sektor otomotif di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat.
-
Apa yang menunjukkan pertumbuhan industri manufaktur Indonesia? Geliat pertumbuhan ini dapat terlihat dari peningkatan permintaan baru yang menunjukkan aktivitas produksi yang semakin terpacu.
-
Kenapa industri otomotif Indonesia berkembang pesat di era Soeharto? Saat kepemimpinan nasional berganti ke Presiden Soeharto, kebijakan otomotif Indonesia pun berubah: impor mobil CBU dilarang, mobil mesti dirakit lokal, dan kebijakan kendaraan bermotor niaga sederhana (KBNS) pada 1970-an.
-
Bagaimana perubahan di industri otomotif Indonesia pada era Jokowi? Terjadi perubahan besar dalam kepemilikan usaha di industri otomotif Indonesia. Variabelnya banyak.Menariknya, merek otomotif China mulai masuk pada 2017 lewat Wuling dan DFSK. Disusul Hyundai (Korea) pada 2021.Yang terbaru, merek China kembali masuk pada 2022-2023: Chery, Neta, Great Wall Motor (GWM), dan lain-lain. Varialebel utama antara lain krisis moneter 1998, krisis industri keuangan 2008, dan sebagainya. Variabel ini cukup mengubah potret raja otomotif Indonesia di era Jokowi:Dari pengusaha ke kelompok usaha (konglomerasi).
-
Bagaimana Presiden Soeharto membangun industri otomotif di Indonesia? Presiden Soeharto punya cara pandang baru membangun ekonomi Indonesia. Dengan kebijakan pro pada modal asing, Presiden Soeharto memilih industri otomotif sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional.
-
Kenapa Presiden Soeharto memilih industri otomotif sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional? Dengan kebijakan pro pada modal asing, Presiden Soeharto memilih industri otomotif sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, sektor ini akan membaik namun cenderung lebih lama, hingga butuh waktu 2-4 tahun. Menurutnya, penurunan otomotif cukup tajam, khususnya kendaraan pribadi karena mobilitas masyarakat rendah dan orang kaya menyimpan uang di bank.
"Otomotif juga berkaitan dengan tren wisata. Kalau sektor pariwisatanya pulih orang akan beli mobil baru. Ada korelasinya," kata Bhima saat dihubungi Merdeka.com, Senin (9/11).
Menurutnya, adanya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah dan diterapkannya kebijakan kerja dari rumah atau work from home (WFH) mempengaruhi pembelian kendaraan baru.
"Ke depan banyak masyarakat pakai angkutan umum. Milenial juga sebelum pandemi sudah males beli mobil. Karena ada transportasi online buat apa keluar biaya bengkel, garasi, dan lain-lain," imbuhnya.
Selain itu, tren bersepeda juga turut mempengaruhi pembelian kendaraan bermotor. Menurutnya, orang kaya akan lebih memilih beli sepeda mewah seperti Bromptom dan Roadbike yang harganya di atas Rp100 juta.
Sektor Perbankan
Sementara itu, sektor perbankan diperkirakan masih berada di teritori pertumbuhan laba negatif. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang memilih untuk menyimpan uangnya di bank.
"Karena bank harus bayar bunga rutin ke para deposan kakap. Itu menekan profit bank dan mengganggu intermerdiasi ke sektor riil. Padahal banyak pengusaha yang butuh saluran kredit. Tapi di sisi lain dana menumpuk tidak disalurkan," jelas Bhima.
Diketahui, pertumbuhan deposit di bank saat ini mencapai 8,5 persen, tetapi penyaluran kredit hanya sebesar 1,5 persen. Sebab masa pandemi ini membuat nilai tabungan masyarakat menjadi naik, terutama masyarakat yang memiliki simpanan di atas Rp5 miliar.
Selain itu, diperpanjangnya restrukturisasi kredit hingga Maret 2022 juga akan mempengaruhi profit perbankan sehingga makin turun. "(Restrukturisasi kredit diperpanjang) Bisa berpengaruh profit makin turun. Sehingga perbankan masih di teritori pertumbuhan laba negatif," katanya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah menelurkan berbagai kebijakan dan instrumen ekxtraordinary untuk membantu para pelaku usaha. Termasuk perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit hingga Maret 2022.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, kebijakan itu tercantum dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Tahun 2020. Regulasi tersebut dikatakannya memiliki peran yang sangat penting untuk memberikan ruang yang leluasa, sebab proses pemulihan terpantau masih membutuhkan waktu.
Sektor Ritel
Bhima menjelaskan, sektor ritel akan menunjukkan pemulihan seiring membaiknya konsumsi kelas menengah dan atas. Kuncinya adalah penanganan pandemi yang lebih optimal sehingga mobilitas masyarakat kembali normal.
"Kalau pandemi sudah bisa diturunkan signifikan angka penularannya itu orang kaya otomatis berani ke mal lagi dan belanja naik. Karena orang kaya menguasai 45 persen dari total pengeluaran nasional," ujarnya.
Selain itu ada kenaikan indeks keyakinan konsumen meskipun masih dibawah angka 100. Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa perbaikan keyakinan konsumen masih tertahan pada Oktober 2020. Ini tercermin dari indeks keyakinan konsumen (IKK) sebesar 79,0 atau lebih rendah dibandingkan 83,4 pada September 2020.
Menurut komponennya, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan tetap berada pada level optimistis dengan indeks ekspektasi konsumen (IEK) sebesar 106,6. Kemudian ada perubahan prilaku di mana masyarakat mulai bergeser ke e-commerce, meskipun porsinya baru 5 persen dari total retail.
"Momentum ini harus didorong dengan kebijakan pemerintah seperti penurunan tarif PPN 10 persen hingga 0-5 persen. Pelaku usaha kecil juga bisa dibantu dengan subsidi ongkos kirim dan subsidi internet sehingga booming ekonomi digital bisa dimanfaatkan seluruh lapisan masyarakat," jelasnya.
Menurutnya, penurunan tarif ini akan membuat harga produk ritel menjadi lebih murah, sehingga akan mendorong masyarakat lebih banyak konsumsi. Sementara mengenai subsidi ongkos kirim, kebijakan ini sudah diberlakukan di Yogyakarta. Di mana pemerintah daerah bekerja sama dengan transportasi online untuk memberikan bantuan ongkos kirim untuk UMKM.
Selain sektor ritel, ada beberapa sektor yang diperkirakan tumbuh positif. Di antaranya sektor yang berkaitan dengan informasi komunikasi, sektor kesehatan, sektor pertanian.
(mdk/azz)