Mengenal Infitah, Ekonomi Liberal Anwar Sadat Agar Mesir Lebih Dekat dengan Amerika
Anwar mengambil langkah radikal dengan kebijakan infitah.
Anwar mengambil langkah radikal dengan kebijakan infitah.
Mengenal Infitah, Ekonomi Liberal Anwar Sadat Agar Mesir Lebih Dekat dengan Amerika
Model Ekonomi Liberal Anwar Sadat Agar Mesir Lebih Dekat dengan Amerika
Pada 6 Oktober 1981 menjadi tragedi bagi nyawa Anwar Sadat, Presiden Mesir yang meninggal dunia akibat tertembak militan organisasi Muslim Mesir.
Penembakan Anwar terjadi tak lama usai ia melakukan perjanjian damai dengan Israel.
Saat perang tahun 1967, ekonomi Mesir porak poranda. Presiden saat itu, Gamal Abdel Nasser menempatkan Mesir berada di kubu Uni Soviet.
- Ekonomi China Kalahkan Amerika Serikat, Bakal jadi Negara Adidaya?
- Amerika Serikat Bangkit, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2023 Meroket ke Level 5,2 Persen
- Pilpres Bisa Bikin Pertumbuhan Ekonomi 2024 Melambat, Kok Bisa?
- Peraih Adhi Makayasa Akmil 2004 dan Lulusan Terbaik AD Amerika Kembali Bikin Bangga, ini Sosoknya
Namun, ekonomi yang didukung Uni Soviet itu justru membuat Mesir semakin terpuruk.
Hal ini ditandai dengan inflasi yang terus meningkat.
Mengutip Arab News, masyarakat Mesir berpandangan konfrontasi dengan Israel tidak bisa lagi dijadikan alasan atas setiap kondisi yang mereka alami.
Anwar pun mengambil langkah radikal dengan kebijakan infitah.
Dalam Infitah juga tertuang kebijakan yang membangun hubungan yang lebih dekat dengan Amerika Serikat dan negara-negara Teluk Arab, dan menghilangkan peran militer dari perekonomian.
Sejak Anwar menerbitkan Infitah, perekonomian mulai membaik berkat dana bantuan dari Amerika, pendapatan Terusan Suez yang sebelumnya sempat ditutup, dan dimulainya industri pariwisata Mesir.
Teruskan Suez, sempat ditutup pada tahun 1967 namun Sadat membukanya kembali pada tahun 1975.
Pendapatan dari kapal-kapal yang melewati kanal tersebut mulai masuk ke kas negara.
Sayangnya, Infitah menjadi pisau bermata dua bagi Anwar.
Banyak warga Mesir yang berketerampilan dan berpendidikan memilih bermigrasi.
Alasannya mereka ingin mengambil keuntungan dari upah yang lebih tinggi yang ditawarkan di negara-negara Teluk dan di tempat lain.
Namun sisi positifnya, para pekerja mulai mengirimkan kembali uang mereka, sebagaimana seperti yang masih terjadi hingga saat ini.
Tren pengiriman uang dari pekerja, pendapatan minyak dan gas, pendapatan dari Terusan Suez, dan penerimaan pariwisata mendorong cadangan devisa menjadi USD2,5 miliar pada tahun 1980 dari yang sebelumnya kurang dari USD500 juta pada tahun 1972.
Namun defisit anggaran membengkak, inflasi melonjak, impor meningkat drastis, dan kesenjangan pendapatan semakin besar.
Belanja pertahanan masih menjadi beban berat.
Pada tahun 1977, Bank Sentral mulai mencetak uang kertas 20 pon.
Pada tahun 1979, pound mengalami devaluasi dan kemudian kehilangan hampir setengah nilainya. Untuk pertama kalinya jatuh di bawah paritas dengan pound sterling.
Selain itu, Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) juga memerintahkan agar subsidi bahan makanan pokok dihentikan, sebab komponen ini dianggap penyebab utama defisit anggaran .
Pada tahun 1977, Sadat mengumumkan kenaikan harga tepung, beras dan minyak goreng atas perintah Bank Dunia.
Hal ini memicu kerusuhan besar-besaran di kalangan masyarakat miskin Mesir.
Sebagian besar kota-kota besar di Mesir dilanda kekerasan.
Lebih dari 70 orang meninggal. Ketakutan untuk memicu kerusuhan pada tingkat yang sama telah mencengkeram kelas penguasa Mesir sejak saat itu.