Menkeu sebut listrik laik jadi indikator pertumbuhan ekonomi
Listrik menjadi indikator paling baik melihat aktivitas ekonomi berjalan atau tidak.
Kebutuhan listrik dinilai sebagai indikator yang cukup baik untuk mengukur pergerakan ekonomi di suatu negara. Ini lantaran data pelanggan listrik dinilai cukup akurat untuk menunjukkan profil dari penggunanya.
"Saya ingat sebelum tahun 2000, 1 persen pertumbuhan ekonomi butuh 2 persen pertumbuhan penggunaan listrik. PLN ketika itu tumbuh 14 persen, berarti pertumbuhan ekonomi saat itu mencapai 7 persen," ujar Menteri Keuangan Chatib Basri di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (8/4).
Chatib mengatakan listrik menjadi indikator paling baik melihat aktivitas ekonomi berjalan atau tidak. Menurut dia, penggunaan rekening listrik untuk mengukur pergerakan ekonomi sudah dipakai di beberapa negara berkembang.
"Dalam beberapa kasus di negara berkembang itu yang dipakai adalah pertumbuhan penggunaan listrik, bukan pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP)," kata Chatib.
Di samping itu, Chatib berpendapat rekening listrik juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui potensi pajak yang tidak terhitung. Menurut dia, jika pertumbuhan ekonomi nasional mengalami perlambatan sementara penggunaan listrik mengalami peningkatan, maka terdapat potensi pajak yang belum ditarik.
"Mungkin sekali, kalau ekonomi kita dihitung maka ada 40 persen underground. Berarti potensi pajak kita sebesar 40 persen hidden," ungkap ia.
Lebih lanjut, Chatib menambahkan, pergerakan ekonomi mungkin mudah diukur. Tetapi, hal itu tidak berlaku untuk mengukur jumlah pajak.
"Kalau mau melihat aktivitas ekonomi jalan atau tidak, itu bisa dilihat kapalnya datang ke sini atau tidak. Tapi pajaknya tidak pernah bisa dihitung," pungkas dia.