Nasionalisasi ekonomi ala Prabowo sulit terwujud
Didik menilai subsidi membuat Indonesia tidak mempunyai dana mewujudkan kemandirian ekonomi.
Pengamat Ekonomi Prof. Didik Junaidi Rachbini menilai rencana Capres Prabowo Subianto untuk mewujudkan nasionalisasi ekonomi tidaklah mudah. Pasalnya, cakar asing di ekonomi Indonesia sudah menancap sangat dalam.
Prabowo dinilai bisa terpental jika memaksakan mewujudkan nasionalisasi ekonomi terutama terhadap perusahaan asing. "Tidak akan mudah nasionalisasi, bahkan bisa terpental. Karena Amerika itu punya sumur minyak di mana-mana," ujar Didik dalam diskusi Prediksi (arah) Perekonomian Indonesia Pasca Pemilu di FE UI, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (21/5).
Selain itu, negara saat ini masih terbelenggu oleh beban subsidi cukup besar. Negara tidak mempunyai cukup dana untuk mewujudkan kemandirian ekonomi.
"APBN masih terbebani subsidi. Itu tidak cukup buat nasionalisasi ekonomi," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto menyatakan Indonesia merupakan negara sangat kaya. Hal itu didasarkan melimpahnya sumber daya alam dari Sabang hingga Merauke.
"Para elite bangsa kita, para pemimpin bangsa kita tidak mampu menjaga kekayaan ini. Kekayaan kita terus dirampok," kata Prabowo saat menyampaikan orasi politiknya di lapangan Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.
Menurut Prabowo, mulai dari gas alam, tembaga, nikel, emas, uranium hingga kekayaan alam ada di Indonesia di mana tidak di negara lain. Namun, ia menyayangkan sumber daya alam itu tidak dimanfaatkan dan hanya dirampok oleh pihak tak bertanggung jawab.
Lebih lanjut, Prabowo menegaskan, dengan melimpahnya sumber daya alam tersebut, Indonesia mampu menjadi negara kaya raya. Tapi kenyataannya, menurut Prabowo Indonesia selalu kehilangan Rp 1.000 triliun per tahun.
"Saya yang berani katakan bahwa rakyat Indonesia kekayaannya hilang Rp 1.000 triliun lebih setiap tahun," tegasnya.