Nielsen sebut konsumen Indonesia sulit dilarang beli mobil
Sebanyak 63 persen dari 505 responden Indonesia berencana untuk membeli mobil dalam dua tahun mendatang.
Lembaga Survei Nielsen menyebut bahwa konsumen di kota besar Indonesia sulit dilarang untuk membeli mobil. Itu didasarkan pada hasil penyebaran kuesioner online sepanjang Agustus-September 2013 di 60 negara.
Dari 30.344 peserta jajak pendapat, 505 responden berasal dari Indonesia. Sebanyak 73 persen responden tinggal di perkotaan, 12 persen di pedesaan, dan 15 persen suburban.
-
Kenapa Sule menjual mobil-mobil mewahnya? Sule, seperti artis papan atas lainnya, dulu punya koleksi mobil mewah seperti Porsche dan Mustang. Sekarang, dia jual karena tak ingin pamer.
-
Kenapa pembeli mobil ini melapor ke polisi? "Kami berharap kendaraan yang telah dibayarkan sebesar Rp140 juta tersebut diserahkan kepada kami. Kita tunggu saja kinerja dari aparat kepolisian," kata Sultoni.
-
Apa yang dialami pembeli mobil saat melakukan transaksi? Kemudian pemilik mobil memberikan BPKB, STNK, buku servis dan buku pedoman kendaraan serta tiga lembar kwitansi yang telah bertandatangan dan salah satunya telah bermaterai.
-
Bagaimana mobil terbang bisa mengudara? Sejumlah ilmuwan dan insinyur telah mencoba menggabungkan konsep pesawat dan mobil sejak abad ke-20. Pada tahun 1917, Glenn Curtiss menciptakan "Autoplane," yang bisa dianggap sebagai mobil terbang pertama.
-
Kapan pencurian motor itu terjadi? Peristiwa itu sebenarnya telah terjadi pada 16 Oktober 2020.Namun pelaku JM baru tertangkap di rumahnya setelah tiga tahun hidup di kebun untuk menghindari polisi.
Berdasarkan survei itu, 63 persen dari 505 responden Indonesia berencana untuk membeli mobil dalam dua tahun mendatang. Sebanyak 18 persen akan membeli mobil bekas dan hanya 19 persen yang mengaku tidak tertarik membeli kendaraan roda empat.
Di sisi lain, sebanyak 96 persen responden yang sudah memiliki mobil akan kembali membeli mobil jika memiliki cukup uang. Dari responden yang sudah memiliki mobil itu, 95 persen diantaranya mengaku akan membeli mobil dengan kualitas yang lebih baik.
Peneliti Nielsen Yohannes Benny Wuryanto menilai, fenomena yang dialami Indonesia tersebut mirip China, India dan Brasil. Di mana masyarakat kelas menengahnya sedang gandrung memiliki mobil sebagai simbol kemapanan.
Ini berbeda dengan fenomena yang dialami negara industrialis macam Amerika Serikat, Australia, atau Eropa. Masyarakat di sana memilih kembali menggunakan transportasi publik karena lebih ramah lingkungan.
"Indonesia pasti akan menuju ke sana (mayoritas transportasi publik), tapi untuk saat ini, curve-nya sedang dalam tahap asyik membeli mobil," ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (16/4).
Di sisi lain, sejumlah otoritas kota besar di Indonesia sudah terlihat mengerem jumlah peredaran mobil. Pemprov DKI Jakarta sebagai pionir telah menaikkan tarif parkir di kawasan segitiga emas, Sudirman-Thamrin-Kuningan.
Kemudian ada wacana Electronic Road Pricing (ERP) dan pembatasan BBM subsidi. Terobosan ini diimbangi oleh pembangunan transportasi publik, seperti MRT, monorel, dan Transjakarta.
"Baru Jakarta yang punya pemimpin sadar transportasi umum. Artinya inisiatif itu baru berjalan, Jokowi itu sudah mulai disusul daerah lain seperti Surabaya. Sehingga kita lihat, untuk kota besar visinya transportasi umum. Cycle-nya orang-orang membeli mobil agak di setop," kata Benny.
(mdk/yud)