OJK: Indonesia Butuh Dana Rp 745 T per Tahun Beralih ke Ekonomi Hijau
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menyampaikan, tantangan terbesar ekonomi hijau adalah menyediakan pembiayaan berkelanjutan untuk menangani perubahan iklim.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menyampaikan, tantangan terbesar ekonomi hijau adalah menyediakan pembiayaan berkelanjutan untuk menangani perubahan iklim. Hal ini dikarenakan transisi dari ekonomi konvensional kepada ekonomi berkelanjutan yang berfokus kepada lingkungan membutuhkan biaya sangat besar.
"Di Indonesia sendiri, kebutuhan dana penanganan iklim, ekonomi hijau, mencapai USD479 miliar atau kisaran Rp6.700 triliun atau Rp745 triliun per tahun hingga 2030," ungkapnya dalam webinar OJK, Jakarta, Selasa (28/12).
-
Apa itu bursa karbon? Bursa karbon adalah pasar tempat perdagangan izin emisi karbon dan kredit karbon.
-
Kenapa Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) diluncurkan? Tujuan bursa karbon sendiri untuk mencipatakan insentif bagi perusahaan dan negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengaan menyediakan mekanisme untuk membeli dan menjual izin emisi atau kredit karbon.
-
Kapan Bursa Karbon Indonesia resmi diluncurkan? Presiden Jokowi mengatakan ingin mengurangi dampak perubahan iklim yang saat ini terjadi di beberapa negara termasuk Indonesia. ”Karena memang ancaman perubahan iklim sangat bisa kita rasakan dan sudah kita rasakan. Dan, kita tidak boleh main-main terhadap ini, kenaikan suhu bumi, kekeringan, banjir, polusi, sehingga dibutuhkan langkah-langkah konkret untuk mengatasinya,” kata Presiden Jokowi.
-
Apa yang akan dilakukan PLN di Bursa Karbon Indonesia? Pasalnya, PT PLN (Persero) akan segera melantai ke bursa karbon Indonesia. Dengan potensi yang dimiliki, PLN akan menjadi trader terbesar di bursa karbon Indonesia dengan membuka setara hampir 1 juta ton CO2. Hal ini merupakan bagian langkah PLN mendukung pemerintah dalam penurunan emisi dan mengakselerasi transisi energi.
-
Bagaimana cara perdagangan karbon di bursa karbon? Perusahaan yang mengeluarkan lebih banyak emisi daripada izin yang mereka miliki dapat membeli izin tambahan dari perusahaan yang memiliki surplus izin. Di sisi lain, perusahaan yang berhasil mengurangi emisi mereka lebih dari batas yang ditetapkan dapt menjual izin karbon mereka.
-
Apa yang Pertamina lakukan untuk menjadi pemain utama penyimpanan karbon di Indonesia? Kesiapan Pertamina dibuktikan melalui program Carbon Capture Utilisation Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilisation Storage (CCUS).
Sebagai contoh, pemerintah telah memperhitungkan dana yang diperlukan untuk membiayai transisi dari energi fosil ke energi terbarukan, yakni mencapai USD5,7 miliar atau berkisar Rp81,6 triliun. Biaya transisi tersebut juga terkait dengan perubahan pada industri hilir yang harus mengubah proses pengolahannya.
Padahal, lanjut Wimboh, kebutuhan pembiayaan tersebut tentunya tidak dapat ditanggung hanya dengan APBN. Terlebih, kondisi perekonomian Indonesia masih dalam tahap pemulihan pasca terdampak parah pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi antara swasta dan Pemerintah serta bantuan organisasi Internasional untuk dapat secara optimal menyokong kebutuhan pembiayaan yang sangat besar tersebut.
Kemudian, OJK sebagai otoritas di sektor keuangan memiliki andil yang besar dalam menyusun kebijakan keuangan berkelanjutan di sektor keuangan dalam mendukung implementasi ekonomi hijau. Kebijakan ini dimulai dengan penerbitan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I (2015-2020).
Pada Roadmap Tahap I, melalui POJK Nomor 51 Tahun 2017, OJK mewajibkan lembaga jasa keuangan untuk menyusun Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB). Selain itu, terdapat kewajiban bagi lembaga keuangan, emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report).
"Hasilnya, Indonesia memperoleh peringkat 1 berdasarkan survei tentang tingkat kepercayaan terhadap perusahaan yang menyampaikan laporan kinerja keberlanjutan dari Globescan and Global Reporting Initiative di tahun 2020," bebernya.
Selanjutnya OJK menyusun Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021-2025) yang isinya menyempurnakan beberapa hal dalam Roadmap Tahap I yaitu:
a. Belum tersedianya taksonomi hijau;
b. Belum terintegrasinya risiko keuangan perubahan iklim (climate related financial risk) ke dalam kerangka mitigasi risiko;
c. Belum tersedianya insentif untuk penerbitan instrumen keuangan berkelanjutan, dan
d. Rendahnya awareness industri keuangan mengenai Inisiatif Keuangan Berkelanjutan;
Untuk itu, dalam Roadmap Tahap II, OJK memiliki fokus pada:
a. Penyelesaian Taksonomi Hijau, sebagai acuan nasional dalam pengembangan produk-produk inovatif dan/atau keuangan berkelanjutan
b. Mengembangkan kerangka manajemen risiko berbasis keuangan berkelanjutan untuk Industri Jasa Keuangan dan pedoman pengawasan berbasis risiko iklim untuk pengawas.
c. Mengembangkan skema pembiayaan atau pendanaan proyek yang inovatif dan feasible.
d. Meningkatkan awareness dan capacity building untuk seluruh stakeholders yang tentunya menjadi target yang bersifat continuous dan multiyears.
"Dapat kami sampaikan juga bahwa kami telah membentuk Task Force Keuangan Berkelanjutan di mana kick-off nya pada awal Oktober lalu. Kehadiran Task Force ini menjadi suatu platform koordinasi sektor jasa keuangan yang terintegrasi untuk ekosistem Keuangan Berkelanjutan di Indonesia serta meningkatkan green financing oleh lembaga jasa keuangan," tuturnya.
Agenda Presidensi G20
Wimboh mengatakan, program pengembangan ekonomi hijau dan pembiayaan berkelanjutan akan menjadi agenda penting dalam Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 yang bertema 'Recover Together, Recover Stronger.' "Maka dari itu, dalam mendukung Presidensi G20 ini, penerapan atas program pengembangan ekonomi hijau akan melibatkan seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan," kata Wimboh.
Hal ini dikarenakan kebijakan yang bersifat nasional kurang akan efektif apabila tidak didukung oleh masyarakat dan pemangku kepentingan di daerah.
Selain itu, masyarakat dan UMKM di daerah juga tidak terkecuali akan menjadi para pelaku dalam implementasi taksonomi hijau, yang sedang disiapkan oleh OJK dan para pemangku kepentingan lainnya.
Wimboh menjelaskan, ekonomi hijau merupakan sebuah upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di masyarakat. Di mana di saat yang bersamaan juga mengurangi risiko lingkungan dan memastikan bahwa sumber daya alam tetap terjaga.
Dalam pengembangan ekonomi hijau dan penanganan perubahan iklim, Indonesia menjadi negara yang sangat penting. Mengingat Indonesia kaya akan sumber daya mineral dan potensi keanekaragaman hayati, termasuk di dalamnya pertanian, perikanan, dan kehutanan.
"Terkait hal ini, Bapak Presiden telah menekankan peluang Indonesia di bidang ini," imbuhnya.
Maka dari itu, komitmen Indonesia akan menjadi perhatian dunia terutama terkait target pengurangan emisi gas rumah kaca, sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030 sesuai Perjanjian Paris, dan pencapaian net zero emission di tahun 2060.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)