Pelemahan nilai tukar rupiah tak pengaruhi inflasi Desember
Nilai tukar rupiah tergerus mencapai lebih dari 21 persen terhitung sejak akhir tahun 2012 lalu.
Posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin tertekan. Posisi terakhir nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp 12.260 per dolar berdasarkan data kurs tengah yang dilansir Bank Indonesia (27/12).
Pelemahan tersebut menyebabkan nilai tukar rupiah tergerus mencapai lebih dari 21 persen terhitung sejak akhir tahun 2012 lalu. Kondisi ini mencerminkan posisi terendah yang ditempati rupiah sejak lima tahun terakhir.
Kepala ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti menilai, tergerusnya nilai tukar rupiah sejak pertengahan November lalu berpengaruh terhadap inflasi, khususnya di bulan Desember. Menurut dia, tiap 10 persen depresiasi rupiah akan berdampak terhadap inflasi sekitar 0,8 persen.
"Bulan ini sudah mulai terasa dampaknya. Lihat saja harga BBM Pertamax atau Super yang harganya naik ke Rp 11.000. Padahal, harga minyak di pasar global relatif stabil," ujar Destry kepada wartawan, Sabtu (28/12) malam.
Destry memproyeksi, inflasi bulan Desember akan berada di kisaran 0,6 persen hingga 0,7 persen. Dengan demikian, inflasi sepanjang tahun 2013 akan mencapai kisaran 8,5 persen sampai 8,7 persen.
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Perry Wargiyo mengatakan, pengaruh pelemahan rupiah terhadap inflasi relatif rendah. Sehingga, otoritas moneter itu optimis bahwa tingkat inflasi masih terkendali hingga akhir tahun ini.
"Survei sampai minggu kemarin inflasinya 0,36 persen. Prediksi kita (inflasi Desember) akan di bawah 0,5 persen. Kecil. sehingga inflasi year on year di bawah 8,5 persen," kata Perry.
Tingkat inflasi tersebut jauh berada di bawah proyeksi BI sebelumnya yang memperkirakan inflasi 2013 akan berada di kisaran 9 persen hingga 9,8 persen.
Perry menerangkan, prediksi tersebut didasarkan pada pertimbangan terus menurunnya harga komoditas dunia. Kemudian, terjadi penurunan permintaan domestik yang berakibat impor barang konsumsi dan barang modal juga menurun. Selain itu, ketersediaan bahan makanan khususnya barang pokok jelang Natal dan Tahun Baru juga menjadi salah satu pertimbangan.
BI memproyeksikan ke depan, inflasi akan tetap terkendali akibat harga komoditas dunia masih akan tetap rendah. Nilai tukar rupiah pun diproyeksi akan cenderung menguat akibat defisit neraca pembayaran yang mengecil.
"Dan tingkat nilai tukar yang sekarang ini sesungguhnya kalau dibandingkan dengan fundamental adalah, hitung-hitungan kita, lebih lemah dari fundamental sehingga nilai tukarnya ke depan akan lebih menguat. Dan faktor ketiga pengelolaan permintaan domestik juga akan terus dilakukan termasuk ketersediaan makanan. Sehingga kami merasa yakin pelemahan nilai tukar rupiah tidak berdampak besar terhadap inflasi," tutup Perry.