Pembebasan lahan PLTU Batang dijanjikan tak lebih dari 6 bulan
UU No 2 tahun 2014 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum tidak bisa menjadi senjata pamungkas.
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan menjanjikan segera merampungkan pembebasan lahan untuk PLTU Batang. Ditargetkan, pembebasan lahan bisa rampung dalam waktu 6 bulan.
"Ya tidak lebih dari 6 bulan ini," kata Ferry di Komplek Istana Wakil Presiden, Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (12/12).
-
Mengapa PLTU Batang dibangun? Pembangunan PLTU Batang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa dan merupakan bagian dari program penyediaan listrik 35.000 MW.
-
Kapan pantun palang pintu dilantunkan? Pantun palang pintu Betawi biasanya digunakan dalam acara pernikahan atau pertunangan sebagai bagian dari tradisi adat Betawi.
-
Siapa yang membangun PLTU Batang? PLTU Batang merupakan proyek dengan pola Kerjasama Pemerintah Swasta skala besar pertama dengan nilai investasi lebih dari USD 4 miliar.
-
Dimana PLTU Batang berada? PLTU Batang adalah pembangkit listrik tenaga uap ultra critical sebesar 2x1.000 MW di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
-
Mengapa PLTA Ketenger dibangun? Dikutip dari Wikipedia, PLTA Ketenger dibangun untuk memenuhi kebutuhan energi listrik bagi rumah-rumah di Kota Purwokerto, Kabupaten Purbalingga, hingga Kebumen.
-
Bagaimana PTPS mengawasi jalannya Pemilu? Untuk mencegah dugaan pelanggaran Pemilu, PTPS harus melakukan pengawasan yang ketat pada setiap tahapan pemungutan suara, termasuk pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu, pemilih, dan tim kampanye.
Ferry tidak menampik, persoalan PLTU Batang yang paling alot adalah pembebasan lahan. Oleh sebab itu, proses yang akan dijalankan merupakan proses berulang.
"Itu cuma tinggal pengulangan prosesnya, nyangkutnya di situ saja. Mereka tahu ini suatu yang dibutuhkan," ucap Ferry.
Politikus Partai Nasdem ini menyadari Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum tidak bisa menjadi senjata pamungkas.
Proses pendekatan secara persuasif justru dinilai lebih efektif menyelesaikan persoalan pembebasan tanah yang sudah berlarut-larut.
"Saya kira seharusnya efektifnya ketika kita lakukan sejak awal. Undang-undang no. 2 tahun 2012 tidak bisa menjadi senjata pamungkas, tidak, tapi justru dari awal dijelaskan ada haknya," jelas Ferry.
(mdk/noe)