Pembeli properti di Indonesia mulai kesulitan cari penyewa
Harga properti di Indonesia terus mengalami kenaikan yang sama dengan properti luar negeri seperti Singapura.
Analis properti menilai, orang Indonesia mulai berburu properti ke pasar properti luar negeri, seperti Singapura. Tetapi, pasar properti di Indonesia masih cukup menjanjikan walaupun dalam beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan hingga tiga kali lipat.
Selain itu, tingkat kepastian properti yang dibeli untuk bisa disewakan kembali di Indonesia masih cukup rendah, berbeda dengan Singapura mempunyai pasar. "Capital gain di Indonesia cukup tinggi, kenaikan harganya lebih tinggi dibanding Singapura tapi di Singapura recurring income, sewanya cukup baik, kalau Jakarta agak susah," ujar Head of Strategic Consulting Jones Lang LaSalle Vivin Harsanto di Kantor JLL, Gedung BEI, Jakarta, Rabu (15/10).
Dia menegaskan, pilihan orang kaya di Indonesia memilih membeli properti di luar negeri karena harga properti di Indonesia terus mengalami kenaikan yang sama dengan properti luar negeri. "Di Singapura juga investasinya aman, orang banyak diversifikasi investasi ke sana, orang Indonesia investasi di Singapura itu sudah banyak, mereka biasanya yang sudah punya banyak properti di sini, terus mereka cari di sana, jadi bukan pemula," kata dia.
Dia menjelaskan harga kondominium kelas premium di kawasan CBD Singapura hampir mencapai tiga kali lipat ketimbang CBD di Jakarta. Walaupun terbilang lebih murah, kata dia, tingkat pengembaliannya di Singapura malah lebih tinggi ketimbang di Jakarta.
Dari datanya, harga kondominium di Singapura USD 22.000 per meter. Sedangkan di Indonesia, USD 7 ribu sampai 8 ribu per meter. Tetapi return yield di Singapura, bisa 45 persen per tahun.
"Kalau di sini lebih kecil. Pasar pekerja asing banyak sekali di sana, karena banyak pendatang, banyak multinasional company, jadi sewanya strong, di Jakarta enggak sekuat Singapura." katanya.