Real Estate Indonesia Respons Begini Saat Muncul Moratorium Pembangunan Vila di Bali
Adanya moratorium diharapkan dapat menertibkan para investor asing yang membangun vila.
Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Bali, Anak Agung Ngurah Made Setiawan, menyetujui rencana moratorium pembangunan vila di Pulau Dewata. Setiawan berpandangan, moratorium menyasar pembangunan vila yang mengganggu kawasan hijau Bali.
"Itu kan yang dimoratorium cuma yang menganggu jalur hijau yang menabrak jalur hijau. Sedangkan, kami di REI, khususnya anggota di Bali, tidak ada yang menabrak jalur hijau, dia bekerja di zona yang boleh membangun," kata Setiawan, saat dihubungi Rabu (11/9).
"Seharusnya jalur hijau, iya tetap jalur hijau. Pemerintah sekarang kan sudah mengusahakan agar para investor asing itu dibuatkan aturan-aturan oleh pemerintah," katanya.
Ia menilai kebijakan moratorium pembangunan vila itu berdampak positif bagi kawasan Bali sekaligus menjadi pengingat bagi para investor agar tidak sembarangan membangun vila.
"Sangat bagus sekali. Terutama bagi investor yang menabrak lahan hijau. Yang jelas, kalau membangun vila di daerah hijau, saya tidak setuju, sangat tidak setuju. Selama ini saya sebagai Ketua REI, anggota saya bekerja di jalur kuning yang boleh dibangun," katanya.
Di satu sisi, Setiawan menegaskan bahwa moratorium tidak menyetujui jika menyasar secara keseluruhan. Sebab menurutnya, tidak semua vila dibangun di kawasan hijau.
"Kalau bisa jangan, kan kasihan developernya. Karena, kita memang kerja di sana. Semestinya kalau dibuat regulasinya atau aturannya, oke-lah, asalkan pemerintah juga membuat aturan yang tetap ajeg (melestarikan) Bali," jelasnya.
Ia juga menyebutkan, di Bali memang banyak investor asing yang sedang membangun vila dan itu bagus asalkan tidak menyerobot jalur hijau.
"Memang banyak investor asing masuk ke Bali khususnya. Tapi dia juga jual ke teman-temannya, sebenarnya sangat bagus itu. Yang penting dia tidak menabrak jalur hijau," ungkapnya.
Ia menyampaikan, bahwa permintaan pembangunan vila di Bali masih banyak. Maka, dengan adanya moratorium biarkan pemerintah yang mengatur hal tersebut.
"Kalau permintaan, masih sangat banyak permintaan vila di Bali, di daerah Badung, Gianyar, termasuk Denpasar, masih banyak permintaan. Sekarang, biarkan pemerintah yang mengatur regulasinya, bagaimana semestinya," ujarnya.
"Aturan-aturan dari pemerintah daerah dari kota dan kabupaten sehingga pengembang vila tidak sembarangan itu yang kita harapkan. Biarkan pemerintah mengatur agar pembangunan vila, umpamanya di Badung, Denpasar, Gianyar semuanya tetap mengutamakan ajeg Bali," lanjutnya.
Titik lokasi vila yang banyak dibangun di jalur hijau
Ia juga menyatakan, kemungkinan ada pembangunan vila yang melanggar jalur hijau di Bali, seperti di daerah Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.
"Mungkin ada. Tapi saya tidak semuanya tau, terutama di daerah-daerah Canggu mungkin ada yang melanggar jalur hijau. Cuman yang punya, saya tidak tau apa asing apa pribumi, itu saya tidak tau," ujarnya.
Pihaknya berharap, dengan adanya moratorium tersebut ke depannya bisa menertibkan para investor asing yang membangun vila dan tidak menyerobot jalur hijau di Bali.
"Itu tujuan utamanya kan biar menertibkan investor asing di dalam berbisnis terutama di Bali, tidak menyerobot lahan hijau dan membuat Bali ini tertata rapi indah dan tetap ajeg," ujarnya.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra berencana menghentikan sementara (moratorium) pembangunan vila di Bali seiring masifnya alih fungsi lahan.
Fokus moratorium pembangunan vila ada di wilayah Sarbagita atau Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Mahendra berkata Pemerintah Provinsi Bali telah mengajukan surat moratorium ke pemerintah pusat.
"Sawah harus tetap ada karena kita perlu pangan. Dan saya sudah bersurat kepada Kementerian Pusat untuk mempertimbangkan moratorium pembangunan vila di Kawasan Sarbagita. Kita ingin menjaga jangan terjadi alih fungsi lahan," kata Mahendra, usai ditemui di upacara Pengeruwakan Pembangunan LRT Bali di Kuta, Rabu (4/9).