Pemerintah Sebut Telah Beri 4,2 Juta Hektar Lahan Hutan Sosial ke Rakyat
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, mengatakan pemerintah telah memberikan 4,2 juta hektar lahan hutan sosial. Program ini dilakukan untuk mengimbangi pengelolaan lahan milik negara yang dimanfaatkan dunia usaha.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, mengatakan pemerintah telah memberikan 4,2 juta hektar lahan hutan sosial. Program ini dilakukan untuk mengimbangi pengelolaan lahan milik negara yang dimanfaatkan dunia usaha.
"Sudah 4,2 juta hektar perhutanan sosial yang diserahkan buat masyarakat," kata Menteri Siti dalam acara Jakarta Food Security Summit-5 secara virtual, Jakarta, Rabu (18/11).
-
Bagaimana cara Kementerian LHK dalam mengelola sumber daya hutan agar tetap lestari? Tantangan pengelolaan sumber daya hutan akan terus bertambah, turbulensi-turbulensi baru akan terus bermunculan. Mari kita elaborasi langkah lanjut untuk menghadapi berbagai tantangan," ujar Siti dalam puncak peringatan Dies Natalis di UGM, Yogyakarta, Jumat (20/10).
-
Kenapa Hutanika menghadirkan konsep hutan di tengah kota? Hadirnya konsep unik ini bukan hanya membuat nyaman para pengunjung, tetapi juga tenang saat menyantap makanan.
-
Kapan surat hibah tanah ditandatangani? Surabaya, 10 Oktober 2022
-
Di mana letak Hutan Punti Kayu? Letaknya berada di tengah Kota Palembang tepatnya Jalan Kol. H. Burlian km 6,5.
-
Bagaimana hutan awan terbentuk? Ketika udara tersebut naik dan mendingin, awan terbentuk saat bertemu dengan lereng gunung yang tinggi. Melalui fenomena ini, awan menyaring melalui tajuk pepohonan di mana uap air pada daun atau jarum pohon bergabung menjadi tetesan yang lebih besar.
-
Bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi masalah kebakaran hutan dan perkebunan sawit? Diperlukannya peran dari pemerintah untuk membuat kebijakan yang bisa memberikan keuntungan bagi kedua pihak. Serta tidak menyebabkan kerugian bagi penduduk dan alam. Sikap tegas dan kebijakan yang sesuai terhadap pelaku kejahatan dan kerusakan hutan. Serta pembuatan aturan dan ranah kerja yang jelas terhadap pengusaha perkebunan sawit sehingga semua bisa berjalan secara seimbang dan berkesinambungan.
Menteri Siti menjelaskan, pada 2015, pengusaha mengantongi 96 persen izin penggunaan lahan perhutanan untuk dikelola secara korporat. Sementara lahan yang dikelola masyarakat hanya 4 persen saja.
Dalam lima tahun terakhir, pemerintah pun berupaya memberikan keseimbangan antara masyarakat dan perusahaan korporasi dalam mengelola perhutanan milik pemerintah. Saat ini masyarakat sudah mengelola 15-17 persen lahan pemerintah. Sedangkan, 87 persen lainnya dikelola korporasi.
"Sekarang angkanya antara 15 persen sampai 17 persen buat masyarakat dan sisanya 87 persen buat korporat. Ini sudah membaik," tutur Menteri Siti.
Menteri Siti mengatakan kebijakan ini menunjukkan pemerintah sudah berpihak kepada masyarakat tanpa harus menyulitkan dunia usaha. Semua dirangkai dalam simpul negosiasi kepentingan yang diartikulasikan pemerintah.
Memang, idealnya lahan yang dikelola masyarakat mencapai 12,7 juta hektar. Namun untuk merealisasikan 4,2 juta hektar tersebut merupakan upaya yang sangat kompleks.
Target Kembali Berikan 9 Juta Hektar ke Masyarakat
Pihaknya menargetkan akan ada 6-9 juta hektar yang bisa kembali dibagikan pengelolaanya kepada masyarakat melalui rancangan peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Kita masih harus kejar lagi. Kalau kebijakan tentang hutan adat ini bisa masuk RPP ini akan bisa selesai, karena hutan adat ini bisa antara 6-9 juta ha," kata dia.
Sehingga jika perhutanan sosial ini bisa selesai, maka perbandingan antara masyarakat dan korporasi masing-masing menjadi 67 persen dan 33 persen. "Maka perbandingan perizinan untuk swasta dan masyarakat ini kira-kira 67 persen dan 33 persen, ini jadi lebih ideal," kata dia.
Sementara itu, saat ini sudah ada 865.000 kepala keluarga yang ikut dalam program pengelolaan perhutanan sosial. Mereka pun melakukan usaha secara berkelompok.
Setidaknya ada 539.000 kelompok petani yang masuk core bisnis. Dari jumlah tersebut, ada 51 kelompok yang sudah bisa melakukan kegiatan ekspor dari hasil produk tanamnya. Sebanyak 12.000 petani telah menjadi debitur kredit sebesar Rp 182 miliar.
(mdk/bim)