Pendiri Kecerdasan Buatan Khawatir Perusahaannya Buat Banyak Orang Kehilangan Pekerjaan
Meski mengubah iklim pekerjaan, AI tidak berarti menjadi malapetaka dan kesuraman bagi semua pekerja.
Meski mengubah iklim pekerjaan, AI tidak berarti menjadi malapetaka dan kesuraman bagi semua pekerja.
- Pegawai Kena PHK, Menteri Ida Ingatkan Perusahaan untuk Penuhi Hak-Hak Karyawan Ini
- Peringati Hari Buruh, Pekerja Tembakau Minta Hal Ini ke Pemerintah
- Ingat, Perusahaan Tak Bayar THR Karyawan 7 Hari Sebelum Lebaran Bakal Kena Denda
- Begini Cara Hitung Besaran THR Karyawan Tetap dan Pekerja Lepas, Cair Satu Pekan Sebelum Lebaran
Pendiri Kecerdasan Buatan Khawatir Perusahaannya Buat Banyak Orang Kehilangan Pekerjaan
Teknologi yang terus mengalami inovasi menggeser kebiasaan manusia dalam menjalankan aktivitas.
Namun CEO OpenAI, Sam Altman justru khawatir pesatnya teknologi berdampak jangka panjang di bidang ekonomi.
Dilansir Business Insider, Altman mengatakan, dibanding misinformasi yang beredar di media sosial akibat kecerdasan buatan, khususnya saat pemilihan umum, dia lebih mengkhawatirkan jika masyarakat justru menyepelekan dampak kecerdasan buatan terhadap perekonomian di masa depan.
"Saya khawatir kita tidak akan menganggapnya cukup serius di masa mendatang, dan ini adalah masalah yang sangat besar," ujar Altman.
“GPT-4 tidak mempunyai dampak besar yang terdeteksi terhadap perekonomian, sehingga orang-orang berpikir, 'Baiklah, kami terlalu khawatir tentang hal itu, dan itu tidak menjadi masalah'," imbuhnya.
Sementara itu, penelitian baru mengungkap sejauh mana AI (artificial intellegence, kecerdasan buatan) dapat mengganggu perekonomian.
Sebuah studi Dana Moneter Internasional (IMF) yang dilakukan awal tahun ini menemukan bahwa AI dapat berdampak pada sekitar 60 persen pekerjaan di negara maju.
Sekitar setengah dari pekerjaan tersebut dapat diotomatisasi. Hal ini kemudian yang dapat menyebabkan berkurangnya perekrutan dan rendahnya upah.
Sementara menurut penelitian McKinesey, hampir 12 juta pekerja Amerika Serikat mungkin perlu berganti pekerjaan pada tahun 2030.
Para pekerja tampaknya sudah merasakan dampak AI pada pekerjaan mereka.
Beberapa CEO mengatakan mereka telah mengganti staf mereka dengan chatbot AI, dan beberapa profesional mengatakan mereka kehilangan pekerjaan karena alat seperti ChatGPT.
Namun, AI tidak berarti malapetaka dan kesuraman bagi semua pekerja.
Mereka yang optimis terhadap AI mengatakan bahwa mengetahui cara menggunakan teknologi ini dapat membantu karyawan menghemat waktu dan meningkatkan produktivitas.
Mereka bahkan dapat naik jabatan di perusahaan dan menghasilkan lebih banyak uang.
Namun Altman mengatakan dia masih khawatir dengan potensi AI di pasar tenaga kerja.
Tahun lalu, dia mengatakan kepada CNBC dalam sebuah wawancara bahwa dia "sedikit takut" dengan ChatGPT, dan memperingatkan bahwa pendirian perusahaannya dapat "menghilangkan" banyak pekerjaan.
"Saya pikir jika saya mengatakan saya tidak percaya, Anda seharusnya tidak mempercayai saya, atau menjadi sangat tidak senang dengan pekerjaan saya ini," kata Altman.