Penetrasi Asuransi di Indonesia Kalah Jauh Dibanding Malaysia dan Thailand, Apa Penyebabnya?
Literasi pada sektor perasuransian hanya sebesar 31,7 persen dan inklusi sebesar 16,6 persen. Pencapaian ini masih jauh di bawah sektor perbankan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani menyebut bahwa penetrasi asuransi di Indonesia masih kalah jauh dibandingkan negara lain di Asia Tenggara seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia. Di satu sisi, Shinta mencatat pertumbuhan investasi asuransi dan nilai aset industri asuransi pasca pandemi Covid-19.
- Literasi Keuangan Syariah RI Rendah, Pakar Ekonomi Ini Beri Solusinya
- Asuransi Syariah Kitabisa, Menjaga Ketika Ada Musibah dan Bangun Komunitas Saling Bantu
- Aset Industri Asuransi-Dana Pensiun Tumbuh 2,08 Persen pada Februari 2024
- Upaya Pemerintah Membantu Publik Memahami Pentingnya Perlindungan Asuransi
Sayangnya, di sisi lain penetrasi asuransi masih menjadi tantangan karena angka yang rendah di Indonesia. Dia mengacu data ASEAN Insurance Surveillance Report 2022.
"Penetrasi asuransi di Indonesia hanya 1,4 persen dari PDB, jauh lebih rendah dari berbagai negara ASEAN seperti Singapura 12,5 persen, Thailand 3,8 persen dan Malaysia 3,8 persen," ungkap Shinta dalam IndonesiaRe International Conference 2024, di Jakarta, Kamis (25/7).
Selain penetrasi asuransi, dia mencatat tingkat densitas asuransi juga masih berada di bawah target. Dalam tatanan makro terkait pendalaman dan perluasan sektor keuangan, sumber pendanaan jangka panjang dari asuransi dan dana pensiun menurun dari 11,3 persen menjadi 7,3 persen pada tahun 2022.
"Di sisi lain, tingkat literasi dan inklusi pada sektor asuransi masih berada di bawah lembaga jasa keuangan lainnya, meskipun telah mengalami peningkatan selama 2 tahun terakhir. Hal ini sejalan dengan tingkat penetrasi dan densitas asuransi yang masih relatif rendah di Indonesia," paparnya.
Shinta menyebutkan, literasi pada sektor perasuransian hanya sebesar 31,7 persen dan inklusi sebesar 16,6 persen. Pencapaian ini masih jauh di bawah sektor perbankan dengan capaian literasi sebesar 49,9 persen dan inklusi hingga 74 persen.
Pada kesempatan itu, Shinta memaparkan data kekuatan industri asuransi di tengah tantangan ketidakpaatian global. Asuransi jiwa dan umum tumbuh sebesar 4 persen secara aset hingga akhir 2022.
"Perusahaan reasuransi juga mengalami konsistensi pertumbuhan aset yang cukup baik, sebesar 12 persen secara tahunan dalam 5 tahun terakhir," ujarnya.
"Di tahun 2023, berdasarkan total investasi, industri asuransi bahkan tumbuh 101 persen dari tahun sebelumnya dan total aset juga tumbuh hingga 69 persen," tambah Shinta.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Reasuransi Indonesia atau IndonesiaRe, Benny Waworuntu mengungkap beragam modus penipuan atau fraud di sektor industri asuransi. Hal ini, dinili menjadi tantangan penetrasi asuransi di masyarakat.
Benny mengatakan ada banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap asuransi. Aspek penipuan menjadi salah satu yang jadi perhatian.
"Hal menyedihkan lainnya adalah penipuan asuransi masih menjadi masalah yang tersebar luas di Indonesia, yang merugikan bisnis, asuransi, dan pelanggan hingga miliaran rupiah setiap tahunnya," tegas Benny dalam IndonesiaRe International Conference 2024, di Jakarta, Rabu (24/7/2024).
Dia mengatakan, penipuan itu terjadi mulai dari proses asuransi, pembelian polis, hingga pembayarak klaim kepada nasabah. Di sisi lain, ditemukan modus penipuan di sektor medis hingga asuransi jiwa.
"Asuransi kesehatan, khususnya penipuan medis, merupakan salah satu penipuan yang paling memberatkan secara finansial, diikuti oleh asuransi jiwa dan penipuan properti dan korban jiwa," ucap dia.
"Dampak penipuan asuransi tidak hanya berdampak pada bisnis dan asuransi saja. Hal ini juga dapat mengakibatkan premi yang lebih tinggi bagi nasabah," sambung Benny.