Pengusaha Vape Harap Pemerintah Tunda Implementasi Pajak Rokok Elektrik Hingga 2027, Ini Alasannya
Pemerintah telah mendengarkan aspirasi terkait usulan penundaan implementasi pajak rokok elektrik dan permohonan tidak adanya kenaikan cukai.
Paguyuban Asosiasi Vape Nasional Indonesia (Pavenas) bahkan menyambangi Kementerian Keuangan di Jakarta.
Pengusaha Vape Harap Pemerintah Tunda Implementasi Pajak Rokok Elektrik Hingga 2027, Ini Alasannya
Pengusaha Vape Harap Pemerintah Tunda Implementasi Pajak Rokok Elektrik Hingga 2027, Ini Alasannya
- Negara Ini Bakal Larang Penjualan Rokok Elektrik Sekali Pakai
- Sudah Kena Kenaikan Cukai, Pengusaha Ingin Pajak Rokok Elektrik Ditunda Hingga 2026
- Pemerintah Tarik Pajak Rokok Elektrik Mulai 1 Januari 2024, Pengusaha Vape Respons Begini
- Pemerintah Berencana akan Tarik Pajak Rokok Elektrik, Pengusaha Beri Tanggapan Begini
Pemerintah berencana akan memberlakukan ajak rokok elektrik mulai 2024. Namun, rencana menuai keberatan dari para pelaku industri.
Paguyuban Asosiasi Vape Nasional Indonesia (Pavenas) bahkan menyambangi Kementerian Keuangan di Jakarta untuk menyampaikan aspirasi terkait wacana pengenaan pajak rokok untuk rokok elektrik pada 2024.
Pavenas sendiri terdiri dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aliansi Vapers Indonesia (AVI), Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI), Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO), dan Asosiasi Vaporiser Bali (AVB)
Pavenas meminta Kementerian Keuangan untuk menunda implementasi pajak rokok untuk rokok elektrik hingga 2027,dan tidak ada kenaikan cukai saat implementasi pajak rokok tersebut dilakukan.
Pavenas juga mendorong pemerintah untuk transparan dan berlaku adil dalam perumusan kebijakan dengan melibatkan langsung pelaku usaha.
Sekretaris Jenderal APVI, Garindra Kartasasmita mengatakan bahwa rencana pengenaan pajak rokok untuk rokok elektrik berbarengan dengan kenaikan cukai merupakan pukulan berat bagi pengusaha, konsumen, dan pelaku industri.
Dengan rencana pengenaan pajak rokok untuk rokok elektrik dengan besaran 10 persen dari tarif cukai yang berlaku, ditambah kenaikan tarif cukai untuk rokok elektronik sebesar 15 persen, maka rokok elektrik akan mendapat kenaikan beban pajak sebesar lebih dari 25 persen di tahun 2024.
"Perlu menjadi pertimbangan bahwa industri rokok elektrik merupakan industri yang tergolong baru dan sebagian besar pelaku industri ini berasal dari komunitas dan UMKM," katanya.
Permohonan ini berkaca dari implementasi pajak rokok konvensional yang juga memiliki masa peralihan. Merujuk pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU 28/2009) ditetapkan implementasi Pajak Rokok dimulai pada tahun 2014 sehingga ada 5 tahun waktu transisi bagi industri.
Selain itu, ketika pajak rokok konvensional diimplementasikan, saat itu pemerintah menetapkan tidak ada kenaikan cukai hasil tembakau agar industri tidak mengalami beban ganda.
"Kami berharap proses perumusan kebijakan terkait industri rokok elektrik dilakukan secara terbuka dan transparan kepada pelaku industri yang terdampak oleh regulasi tersebut. Hal ini penting bagi keberlangsungan usaha, termasuk investasi dan penyerapan tenaga kerja di sektor ini secara keseluruhan,” katanya.
Setelah sebanyak dua kali mengirimkan surat tertulis dan permintaan audiensi kepada Kemenkeu RI, Pavenas memutuskan untuk secara langsung mendatangi Kementerian Keuangan untuk menuntut penjelasan dan transparansi dari pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Pasca menerima kunjungan audiensi dari Pavenas, Garindra mengatakan bahwa pemerintah telah mendengarkan aspirasi terkait usulan penundaan implementasi pajak rokok elektrik dan permohonan tidak adanya kenaikan cukai saat aturan itu diterapkan.
Garindra mengatakan pihaknya berterima kasih kepada pemerintah yang menyambut baik aspirasi dari para pelaku usaha dan harapannya pemerintah dapat menjelaskan kepada seluruh pemangku kepentingan bahwa pengenaan pajak rokok elektrik akan dipertimbangkan kembali.