Penjelasan BPJS Ketenagakerjaan soal Jaminan Pensiun
Seminar Pensiun Nasional ini dilaksanakan di Hotel Sultan Jakarta, Rabu (17/5), dengan menghadirkan narasumber yang ahli dalam urusan finansial, yaitu Ligwina Hananto.
Setelah sukses menggelar sosialisasi di area car free day (CFD) Jakarta. BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan kembali rangkaian kegiatan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan jaminan pensiun. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai rangkaian kegiatan penetapan Hari Pensiun Nasional yang jatuh pada 20 April 2017.
Seminar Pensiun Nasional ini dilaksanakan di Hotel Sultan Jakarta, Rabu (17/5), dengan menghadirkan narasumber yang ahli dalam urusan finansial, yaitu Ligwina Hananto.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto menjelaskan, persiapan keuangan dalam menghadapi masa pensiun kelak sangat diperlukan mengingat kesadaran masyarakat pekerja di Indonesia akan persiapan hari tua yang memadai masih minim.
Hal ini mendorong pemerintah untuk menjadikan Hari Pensiun Nasional sebagai salah satu momen dalam menekankan pentingnya persiapan masa tua.
Dirinya menjelaskan kondisi 4 negara yang melakukan reformasi jaminan pensiun dan mendapat respons yang berbeda dari masyarakatnya.
"Jepang dan Korea Selatan serta Yunani dan Brasil merupakan contoh yang penting agar pelaksanaan jaminan pensiun di Indonesia dapat berjalan dengan sukses", ujar Agus.
Dalam seminar nasional tersebut dirinya mengungkapkan, keempat negara tersebut menuai protes dari masyarakatnya, namun Korea Selatan dan Jepang dapat mengantisipasi gerakan yang ada dengan program komunikasi yang efektif, sementara Yunani dan Brasil menuai kericuhan di dalam negeri.
"Sebelum Juli 2015, kata pensiun identik dengan profesi PNS, TNI, POLRI dan pegawai pemerintahan. Tapi pasca berlakunya Jaminan Pensiun (JP) pada saat itu, uang pensiun yang memadai bisa didapatkan oleh pekerja swasta juga," ungkap Agus.
Tren kepesertaan JP yang mengalami peningkatan secara signifikan belum dapat dijadikan indikator keberhasilan penerapan Jaminan Pensiun di Indonesia. Pasalnya masih terdapat disharmonisasi regulasi, kurang optimalnya penegakan regulasi dan yang paling utama, minimnya kesadaran pekerja dan pemberi kerja dalam menerapkan JP.
Selain itu, iurannya yang sangat rendah dapat berakibat fatal bagi keberlangsungan program JP di Indonesia. Berkaca pada negara-negara di Eropa yang menganut sistem pensiun Manfaat Pasti, iuran Jaminan Pensiun di Indonesia jauh lebih rendah.
"Saat ini besaran iuran hanya 3% dari upah yang dilaporkan, sementara di Eropa, Spanyol misalnya, mencapai 28.3% yang juga merupakan kontribusi dari pekerja dan pemberi kerja," ungkap Agus.
JP ini merupakan perlindungan dasar bagi pekerja yang tentunya dapat ditingkatkan manfaatnya dengan kolaborasi antara JP dengan program pensiun dari pemberi kerja dan atau program Pensiun individu, agar di masa tua kelak tetap dapat menikmati
manfaat atau penghasilan yang cukup.
"Kolaborasi antara program JP dengan program pensiun dari pemberi kerja atau individu sangat dimungkinkan, yaitu dengan skema top up. Artinya perlindungan dasar dari BPJS Ketenagakerjaan, yaitu JP harus terpenuhi dulu, baru kemudian dikolaborasi dengan dana jaminan pensiun lainnya," jelas Agus.
"Ini adalah saat yang tepat untuk mempersiapkan masa pensiun yang baik di masa yang akan datang, karena Indonesia sedang menikmati bonus demografi, di mana para pekerja usia produktif masih sangat besar. Kita harus persiapkan sebaik mungkin skema JP yang tepat agar di kemudian hari, bonus demografi yang sekarang dinikmati malah menjadi bencana demografi," pungkas Agus.