Penurunan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Disebut Tak Efektif Dorong Konsumsi
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai, penurunan suku bunga Bank Indonesia tidak efektif dorong konsumsi. Sebab, penyesuaian bunga yang dilakukan perbankan justru memperlebar margin suku bunga pembiayaan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai, penurunan suku bunga Bank Indonesia tidak efektif dorong konsumsi. Sebab, penyesuaian bunga yang dilakukan perbankan justru memperlebar margin suku bunga pembiayaan.
"Suku bunga dari Bank Indonesia 3,5 persen ini tidak efektif mendorong suku bunga perbankan," kata Tauhid dalam Diskusi Online INDEF bertajuk Apa Kata Konsumen Tentang Gratis Pajak Mobil Baru?, Jakarta, Minggu (21/2).
-
Bagaimana BRI meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia? Sebagai bank yang berfokus pada pemberdayaan UMKM, BRI memiliki jutaan database nasabah, baik simpanan maupun pinjaman. Ini menyebabkan BRI terpapar risiko data privacy breach dan cyber security system.
-
Apa yang diraih oleh Bank Syariah Indonesia? BSI mendapatkan penghargaan sebagai The Indonesia Customer Experience of The Year – Banking Award dalam ajang Asian Experience Awards 2023.
-
Apa penghargaan yang diraih Bank Jatim? Kali ini, bankjatim berhasil mendapat penghargaan gold rank dalam The Asia Sustainability Reporting Rating (ASRRAT) 2023.
-
Bagaimana The Banker menilai kinerja BRI? Dalam situs resminya The Banker melakukan pemeringkatan Top 1000 World Banks 2023 mengacu pada pencapaian kinerja keuangan pada 2022. Adapun aspek penilaian diantaranya terdiri dari sisi balance sheet, income statement, dan capital adequacy.
-
Bagaimana BRI menjaga likuiditasnya di tengah kenaikan BI Rate? “Saat ini kami tidak memiliki isu likuiditas karena masih longgar. Kami akan terus mempertahankan likuiditas tersebut secara sehat dan mempertahankan pertumbuhan kredit double digit,” tambahnya.
-
Bagaimana BRI meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia? Melalui Holding Ultra Mikro dengan BRI sebagai induk, bersama PT Pegadaian, dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM), perseroan secara grup berupaya meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia.
Dia menceritakan, suku bunga acuan pada Maret 2020 tercatat 4,5 persen. Lalu kebijakan suku bunga perbankan untuk konsumsi menjadi 11,47 persen.
Menurutnya, dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu dan ketidakpastian yang tinggi membuat bank sentral secara bertahap menurunkan suku bunga acuan. Hingga akhirnya di November, suku bunga acuan turun menjadi 3,5 persen.
Sayangnya penurunan suku bunga acuan tersebut tidak direspon dengan cepat oleh perbankan. Dengan suku bunga acuan yang 3,5 persen, suku bunga konsumsi hanya turun menjadi 10,97 persen.
"Responnya (perbankan) konsumsi ini jauh lebih lambat dan selisihnya besar dan makin lambat. Saat suku bunga 4,5 persen gap-nya 6,87 persen dan ketika suku bunga 3,5 persen gap-nya jadi makin tinggi jadi 7,22 persen," tutur Tauhid.
Maka, Tauhid menilai penurunan suku bunga yang dilakukan Bank Indonesia tidak banyak menolong pada sektor konsumsi. Hal ini yang membuatnya menjadi pesimistis dengan kebijakan relaksasi PPnBM 0 persen.
Dia khawatir kebijakan ini tidak banyak mendorong tingkat konsumsi kelas menengah sebagai target kebijakan. Sebab, dari sisi perbankan juga belum bisa maksimal mendorong kebijakan yang ada.
"Jadi belum tentu kebijakan PPnBM 0 persen (efektif), karena suku bunga semakin tinggi. Kalau fiskal jalan dan sektor keuangan tidak jalan, jadi efektivitasnya tidak besar," kata dia mengakhiri.
Bank Indonesia Telusuri Penyebab Suku Bunga Kredit Bank Sulit Turun
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti penurunan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) yang tidak diikuti oleh suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan. Padahal, BI7DRR telah turun sebesar 125 bps di sepanjang 2020 dari 5 persen menjadi 3,75 persen, dan kembali dipangkas sebesar 25 bps pada Februari 2021 menjadi 3,5 persen.
"Namun demikian, penurunan suku bunga kredit masih cenderung terbatas. Yaitu hanya sebesar 83 bps ke level 9,70 persen selama 2020," kata Perry dalam sesi teleconference, Kamis (18/2).
Menurut dia, lambatnya penurunan suku bunga kredit perbankan disebabkan oleh masih tingginya suku bunga dasar kredit atau SBDK. Selama tahun 2020 di tengah penurunan BI7DRRR dan penurunan suku bunga deposito satu bulan, SBDK baru turun 75 bps menjadi 10,11 persen.
"Hal ini menyebabkan tingginya spread SBDK dan suku bunga BI7DRRR dan deposito satu bulan masing-masing sebesar 6,36 persen dan 5,84 persen," jelas Perry.
Dari sisi kelompok bank, SBDK tertinggi tercatat pada bank-bank BUMN sebesar 10,79 persen, Bank Pembangunan Daerah (BPD) 9,80 persen, bank umum swasta nasional 9,67 persen, dan kantor cabang bank asing 6,17 persen. Sementara dari sisi jenis kredit, SBDK kredit mikro tercatat 13,75 persen, kredit konsumsi non-KPR 10,85 persen, kredit konsumsi KPR 9,70 persen, kredit retail 9,68 persen, dan SBDK kredit korporasi tercatat 9,18 persen.
"BI mengharapkan bank dapat percepat penurunan suknung kredit untik dorong kedit pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional," tukas Perry.
(mdk/bim)