Produksi Beras Dalam Negeri Bisa Terancam karena Krisis Iklim
Salah satu tantangan paling mendesak bagi produksi beras adalah perubahan iklim
Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum BULOG, Sonya Mamoriska Harahap, mengungkapkan krisis menjadi salah satu faktor utama terhadap produksi beras secara global, termasuk dalam negeri.
"Hari ini, produksi beras dihadapkan pada serangkaian masalah yang berdampak luas pada komunitas lokal dan sistem pangan global. Salah satu tantangan paling mendesak adalah perubahan iklim," kata Sonya dalam acara Indonesia Internasional Rice Conference (IIRC), Bali, Kamis (19/9).
- Tahun Depan, Indonesia Tidak Lagi Impor Jagung, Beras, Garam, hingga Gula
- Kemenkeu Rancang Aturan TPP untuk Selamatkan Industri Pakaian Dalam Negeri
- Indonesia Dibanjiri Produk Tekstil Impor Hingga Berujung PHK, Ternyata Ini Penyebabnya
- Tujuh Produk Impor Disinyalir Bahkan Matikan Usaha Dalam Negeri, Pemerintah Akhirnya Ambil Langkah Begini
Tak hanya itu, ia menyebut ancaman biologis seperti hama dan penyakit semakin sulit dikelola, menambah beban pada petani.
"Perubahan ini tidak hanya mengganggu sistem pertanian, tetapi juga memperparah kelangkaan air, sumber daya penting untuk budidaya beras," jelas Sonya.
Selain faktor lingkungan, tekanan ekonomi dan gangguan rantai pasok global memperburuk situasi. Padahal, miliaran orang yang bergantung pada beras sebagai makanan pokok kini semakin rentan terhadap ketidakamanan pangan.
Butuh langkah inovatif
Sonya menekankan pentingnya pendekatan yang adaptif dan inovatif untuk mengatasi tantangan ini. Ia menilai ketahanan dalam produksi beras berarti harus mampu mengantisipasi dan beradaptasi terhadap berbagai gangguan, sambil tetap menjaga pasokan pangan yang berkelanjutan.
"Jelas bahwa untuk mengamankan masa depan beras, kita membutuhkan solusi inovatif, berkelanjutan, dan kolaboratif yang dapat membantu kita mengatasi tantangan global ini," papar dia.
Dia menyarankan penerapan praktik pertanian cerdas iklim, seperti pengelolaan air yang efisien dan peningkatan kesehatan tanah, serta pengembangan varietas beras yang tahan terhadap kekeringan dan hama.
Lebih lanjut, dia menegaskan inovasi, termasuk teknologi pertanian presisi, sangat penting untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi dampak lingkungan.
"Inovasi tidak hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang cara berpikir dan berkolaborasi yang baru. Kita harus mendorong ekosistem yang mendorong eksperimen, menerima ide-ide baru," pungkasnya.