Protes Pengusaha: Pemerintah Salah Kaprah Golongkan Bisnis Spa ke Kelompok Hiburan
Bisnis SPA merupakan bagian dari kelompok perawatan kesehatan
Bisnis SPA merupakan bagian dari kelompok perawatan kesehatan
- Pengusaha Spa Terapis Gugat Pajak Hiburan 75 Persen, Mendagri Tito: MK Nanti akan Hadapi
- Pengusaha Spa Gugat Kenaikan Pajak Hiburan 75 Persen, Begini Respons Sri Mulyani
- Temui Pj Gubernur Bali, Pengusaha Spa Sampaikan Keberatan Pajak 40 Persen
- Pengusaha Teriak, Pajak 40% Ancam Geliat Bisnis Spa di Bali
Protes Pengusaha: Pemerintah Salah Kaprah Golongkan Bisnis Spa ke Kelompok Hiburan
Pemerintah Salah Kaprah Golongkan Bisnis Spa ke Kelompok Hiburan
Pengusaha spa memprotes keras atas penggolongan bisnis spa ke dalam kelompok hiburan tertentu yang akan dikenakan pajak mulai dari 40 persen hingga 75 persen. Ketentuan ini diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah alis UU HKPD.
Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA) Agnes Lourda Hutagalung mengatakan, penggolongan bisnis spa sebagai hiburan tertentu dalam UU HKPD bertentangan dengan Undang Undang Nomor 10 tahun 2010 tentang Kepariwisataan.
Sebab, dalam Pasal 14 UU Pariwisata, usaha SPA tidak merupakan jenis usaha yang berbeda dengan penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi.
"Kami menilai pemerintah salah kaprah jika menggolongkan spa ke dalam kelompok hiburan yang dikenakan pajak dari mulai 40 persen," kata Lourda dalam acara konferensi pers Kenaikan Pajak Hiburan di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (18/1).
Merdeka.com
Menurut Lourda, bisnis SPA merupakan bagian dari kelompok perawatan kesehatan atau wellness sebagai payung besarnya. Adapun cakupan utama bisnis spa ialah promosi (promotion) dan pencegahan (prevention).
"Kami menilai, SPA lebih tepat dikelompokkan berbeda dari kegiatan usaha hiburan atau rekreasi sebagaimana yang diatur di dalam UU Pariwisata. Apalagi, secara definisi SPA memang bukan bagian dari aktivitas hiburan melainkan perawatan kesehatan," jelasnya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar dalam pengembangan industri jasa spa. Mengingat, setiap daerah di Indonesia memiliki keunikan tersendiri di bidang spa untuk kesehatan dan kebugaran.
"Dengan kondisi seperti ini kami baru bisa menemukan 15 etnik pola pengobatan untuk kesehatan dan kebugaran dengan berbagai bukti empirisnya yang di lakukan oleh para ahli yang tergabung dalam Assosiasi IWMA yang dikenal dengan Etnaprana," ucapnya.
Oleh karena itu, dia mendesak pemerintah agar lebih memperhatikan keberlanjutan bisnis spa di Indonesia agar bisa berbicara lebih banyak di kancah internasional.
Antara lain dengan memberikan insentif pajak khusus hingga 0 (nol) persen untuk bisa berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.
"Dan setelah berkembang pesat baru dikenakan pajak sebagaimana mestinya, karena untuk menerapkan standard spa wellness yang telah ditentukan oleh pemerintah tidak mudah karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga jika ditambah beban pajak yang tinggi, tentu akan berdampak pada Kesehatan finansial pelaku usahanya," pungkas Lourda.
Merdeka.com
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan merespon protes pengusaha atas pengenaan pajak diskotek, karaoke, kelab malam, bar, hingga spa mulai dari 40 persen sampai dengan 75 persen. Besaran pungutan pajak ini diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah atau UU HKPD.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pengenaan besaran pajak 40 persen hingga 75 persen tersebut karena penikmat hiburan karaoke hingga spa tersebut berasal dari masyarakat kalangan tertentu.
"Bahwa untuk jasa hiburan spesial tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu. Sehingga, tidak dikonsumsi oleh masyarakat secara terbuka atau masyarakat kebanyakan," ujar Lydia dalam Media Briefing di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (16/1).
Pengenaan pajak hiburan khusus tersebut telah mendapatkan persetujuan dari DPR RI. Dalam proses pembahasan UU HKPD bersama DPR RI disepakati bahwa besaran pungutan pajak hiburan karaoke hingga spa mulai dari 40 persen hingga 75 persen.
"Jadi, dalam dinamika pembahasan bersama DPR maka ketemu lah angka segitu," ucap Lydia.