Proyek 35.000 MW butuh utang besar, PLN ikut hedging di 3 bank BUMN
Utang asing memang sangat dibutuhkan karena minimnya sumber pembiayaan.
Megaproyek pembangunan pembangkit sebesar 35.000 megawatt (MW) merupakan salah satu ambisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam lima tahun. Dari jumlah tersebut, 10.000 MW diantaranya bakal digarap PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
PLN menilai, untuk mewujudkan mimpi Jokowi itu, dibutuhkan banyak pinjaman dalam bentuk valuta asing guna mengembangkan infrastruktur listrik. Maka dari itu, PLN melakukan lindung nilai (hedging) utang dengan tiga bank BUMN, yakni Bank Mandiri, Bank Nasional Indonesia (BNI) serta Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Hal itu diungkapkan Dirut PT PLN Sofyan Basir di Gedung BI, Thamrin, Jakarta Pusat. "Kami ditugaskan untuk selesaikan pembangunan listrik 35.000 MW dengan dana yang dibutuhkan Rp 1.200 triliun yang lebih kurang Rp 600 triliun kebutuhan PLN membangun 10.000 MW dan 40.000 jaringan transmisi," ujar Sofyan, Jumat (10/4).
Sofyan mengakui pinjaman luar negeri mempunyai risiko fluktuasi. Namun, utang asing memang sangat dibutuhkan karena minimnya sumber pembiayaan.
"Kami bersyukur pemerintah dan BI telah terbitkan regulasi untuk itu, kami juga sudah koordinasi dengan kementerian keuangan, akuntansi independen dengan perhatikan prinsip Good Corporate Goverment, terima kasih pada BRI BNI dan Mandiri yang berikan fasilitas hedging," tandasnya.