Proyek Pemerintah Terancam Molor Akibat PPN 12 Persen
Kenaikan PPN berdampak pada seluruh rantai ekonomi.
Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) menolak rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12 persen pada tahun 2025, lantaran akan memicu berbagai dampak negatif jika kebijakan tersebut tetap dipaksakan untuk diterapkan.
Sekjen Gapensi, La Ode Safiul Akbar mengatakan penolakan tersebut didasari atas kebijakan yang akan berdampak langsung pada harga material dan jasa konstruksi, dan pada akhirnya akan membebani kontraktor dan masyarakat pengguna infrastruktur.
"Kami menolak dengan keras rencana ini. Mayoritas anggota Gapensi adalah UMKM konstruksi yang bekerja pada margin tipis, sehingga kebijakan ini berpotensi melemahkan daya saing mereka,” kata La Ode dalam keteranganya, Senin (25/11).
Ia menilai dengan dinaikkanya PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, dipastikan dapat memperlambat eksekusi proyek yang sudah direncanakan, terutama proyek-proyek pemerintah.
La Ode melanjutkan, apabila pemerintah tetap memaksakan penerapan regulasi yang mendapat banyak penolakkan dari berbagai elemen masyarakat ini, maka akan menimbulkan efek berganda, diantaranya kenaikan harga material dan jasa konstruksi akibat PPN dapat membuat anggaran proyek meningkat signifikan.
"Akibatnya, pemerintah dan sektor swasta mungkin mengurangi jumlah proyek akibat keterbatasan dana, yang berimbas pada penurunan lapangan kerja. Dengan demikian, infrastruktur seperti properti residensial akan semakin mahal, sehingga mempersempit akses masyarakat terhadap hunian," tegas dia.
Menurutnya sektor konstruksi memiliki efek multiplier yang besar. Jika sektor ini melemah, rantai pasokan material, tenaga kerja, dan jasa lainnya juga terdampak.
Selain itu, kenaikan PPN berdampak pada seluruh rantai ekonomi, sehingga menurunkan daya beli masyarakat, terutama kalangan bawah. Oleh karena itu, daripada menaikkan tarif, pemerintah dapat memaksimalkan potensi penerimaan pajak dengan memperluas basis pajak dan mengurangi kebocoran.
“Beban pajak tambahan berpotensi memperburuk ketimpangan, terutama bagi pelaku usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah,” tutur La Ode.