Ternyata Setiap Hari Bulan Ditabrak 100 Batu Luar Angkasa, Ledakannya Dahsyat
Menurut NASA, setiap hari bulan mengalami tabrakan dengan berbagai objek luar angkasa. Berbeda dengan Bumi, bulan tidak memiliki atmosfer yang melindunginya.
Bulan adalah satu-satunya satelit alami yang dimiliki oleh planet Bumi. Dengan diameter sekitar 3.474 km, Bulan memiliki ukuran yang setara dengan seperempat dari diameter Bumi.
Sebagai objek langit terdekat, Bulan mengorbit Bumi pada jarak rata-rata 384.400 km dan memerlukan sekitar 27,3 hari untuk menyelesaikan satu putaran penuh. Menurut informasi dari NASA, Bulan setiap harinya mengalami hantaman dari berbagai benda luar angkasa.
Berbeda dengan Bumi, Bulan tidak memiliki atmosfer yang berfungsi sebagai pelindung, sehingga tidak dapat memecah atau menghancurkan meteor sebelum sampai ke permukaan. Tanpa adanya atmosfer, Bulan menjadi lebih rentan terhadap dampak langsung dari benda-benda luar angkasa.
Melansir dari laman Live Science pada Rabu (25/12/2024), NASA telah mencatat adanya berbagai jenis batuan luar angkasa yang mengelilingi Bumi dan Bulan, mulai dari debu meteoroid hingga batuan kecil berukuran milimeter, serta asteroid kecil dengan diameter satu meter. Untuk batuan seukuran 1 milimeter, jumlah tumbukan yang terjadi di Bulan sulit untuk dihitung secara akurat.
Namun, secara keseluruhan, diperkirakan sekitar 1.100 ton batuan luar angkasa bertabrakan dengan Bulan setiap harinya. Dari jumlah tersebut, terdapat sekitar 100 meteoroid seukuran bola pingpong yang menghantam permukaan Bulan setiap hari, dan meskipun kecil, meteoroid ini dapat menabrak dengan energi setara dengan dinamit seberat 7 pon (3,2 kg).
Meteoroid yang lebih besar, seperti yang berdiameter 2,5 meter, juga kadang-kadang menghantam Bulan, meskipun frekuensinya lebih jarang. Meteoroid ini bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi, yaitu antara 20 hingga 72 kilometer per detik.
Dengan kecepatan yang demikian, tumbukan seringkali menghasilkan kilatan cahaya yang dapat terlihat dari Bumi. NASA memanfaatkan berbagai teknologi untuk mempelajari dampak dari tumbukan tersebut.
Salah satu alat yang digunakan adalah pesawat ruang angkasa Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO), yang mengorbit Bulan dan mengamati kawah-kawah yang terbentuk akibat tumbukan meteoroid.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bahkan meteoroid kecil dengan berat sekitar 5 kilogram dapat menciptakan kawah dengan diameter hingga 9 meter. Ini menunjukkan bahwa meskipun ukurannya kecil, energi yang dihasilkan dari tumbukan meteoroid sangat besar.
Dengan luas permukaan sekitar 38 juta kilometer persegi, Bulan memiliki banyak ruang untuk menampung kawah-kawah yang dihasilkan dari tumbukan tersebut.
Kawah yang Terdapat di Permukaan Bulan
Bulan memiliki setidaknya 9.000 kawah di permukaannya. Kawah-kawah ini membuat satelit alami Bumi ini tampak memiliki banyak bopeng. Selain itu, jumlah kawah di satu sisi Bulan jauh lebih banyak dibandingkan sisi lainnya.
Hantaman benda luar angkasa yang terjadi secara berulang sekitar 4,3 miliar tahun lalu telah mengubah kondisi permukaan Bulan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa distribusi kawah di permukaan Bulan tidak merata. Sisi jauh Bulan, yang tidak pernah terlihat oleh ilmuwan dari Bumi, memiliki jumlah kawah yang jauh lebih banyak dibandingkan sisi dekatnya.
Di sisi dekat, jumlah lubang lebih sedikit karena permukaannya tertutup oleh mare atau lunar maria. Mare adalah dataran lava padat yang luas dan gelap di Bulan, yang dapat terlihat dari Bumi sebagai bercak gelap. Luasnya bidang lava ini kemungkinan menutupi kawah yang seharusnya ada di sisi dekat Bulan.
Sementara itu, sisi jauh Bulan hampir tidak memiliki lunar maria, sehingga kawah-kawahnya masih terlihat jelas. Sejumlah ilmuwan berpendapat bahwa lunar maria terbentuk setelah terjadinya tabrakan besar sekitar 4,3 miliar tahun lalu.
Tabrakan tersebut menghasilkan cekungan Kutub Selatan-Aitken atau South Pole Aitken basin (SPA), yang merupakan kawah besar dengan diameter maksimum sekitar 2.574 km dan kedalaman maksimum 8,2 km, menjadikannya sebagai lubang terbesar di Bulan.
Para ilmuwan mengetahui bahwa medan lava di sisi dekat Bulan berasal dari mantel berdasarkan sampel yang diambil dari misi Apollo. Misi tersebut berhasil membawa kembali sampel Bulan yang mengandung unsur-unsur radioaktif seperti kalium, fosfor, dan thorium, yang diduga banyak terdapat di dalam mantel Bulan.
Melalui simulasi komputer, para ilmuwan menemukan bahwa SPA dapat menciptakan gumpalan panas di dalam mantel yang mendorong unsur-unsur radioaktif ke arah kerak. Ketika sebuah batu luar angkasa bertabrakan dengan Bulan, lava dari mantel dapat mengalir dan menutupi kawah tumbukan yang lebih tua. Akibatnya, satu sisi Bulan akan memiliki lebih sedikit kawah.