NASA Ungkap Bulan Tabrakan dengan 100 Batu Luar Angkasa Dalam Sehari
Berbeda dengan Bumi, bulan tidak memiliki atmosfer untuk melindunginya.
Bulan adalah satu-satunya satelit alami yang dimiliki oleh planet Bumi. Dengan diameter sekitar 3.474 km, Bulan memiliki ukuran yang setara dengan seperempat diameter Bumi. Sebagai objek langit terdekat dengan Bumi, Bulan mengorbit pada jarak rata-rata 384.400 km dan menyelesaikan satu siklus orbit dalam waktu sekitar 27,3 hari.
Menurut informasi dari NASA, Bulan mengalami tumbukan dari berbagai benda luar angkasa setiap harinya. Berbeda dengan kondisi Bumi, Bulan tidak memiliki atmosfer yang berfungsi sebagai pelindung dari berbagai objek luar angkasa. Atmosfer di Bumi berperan penting dalam menghancurkan atau memecah meteor sebelum mencapai permukaan, sehingga tanpa atmosfer, Bulan menjadi lebih rentan terhadap tumbukan langsung.
-
Apa yang NASA tembakkan ke Bulan? Pesawat robot ruang angkasa, Lunar Reconnaissance Orbiter milik NASA berhasil menembakkan laser ke arah alat penjelajah Vikram milik India di Bulan.
-
Bagaimana meteor menghantam Bulan? Dampak kecepatan tinggi itu menghasilkan panas yang hebat dan menciptakan kawah, sekaligus memberikan kilatan cahaya tampak cerah.
-
Kapan meteor menghantam Bulan? Pada 23 Februari 2023, seorang astronom Jepang menangkap kilatan meteor yang menabrak Bulan.
-
Apa yang ditemukan di Bulan? Ahli geologi menemukan batuan granit dengan ukuran besar di Bulan.
-
Dimana meteor menghantam Bulan? Meteor itu tampaknya menghantam dekat kawah Ideler L, sedikit di barat laut kawah Pitiscus.
-
Apa misi NASA di Bulan? Sebagaimana diketahui, misi yang diberi nama Artemis ini akan mengirimkan empat manusia untuk mengorbit bulan. Rencananya misi itu akan dilakukan pada November 2024, disusul dengan pendaratan manusia pertama di bulan lebih dari setengah abad setahun kemudian.
Dilansir Live Science, Rabu (25/12), NASA mencatat keberadaan berbagai jenis batuan luar angkasa yang mengelilingi Bumi dan Bulan. Jenis-jenis ini bervariasi mulai dari debu meteoroid, batuan kecil berukuran milimeter, hingga asteroid kecil dengan diameter satu meter. Untuk batuan berukuran 1 milimeter, jumlah tumbukan yang terjadi di Bulan sulit untuk dihitung secara akurat.
Namun, secara keseluruhan, diperkirakan sekitar 1.100 ton batuan luar angkasa bertabrakan dengan Bulan setiap harinya. Dari total tersebut, setidaknya 100 meteoroid seukuran bola pingpong menghantam permukaan Bulan setiap hari. Meskipun ukurannya kecil, meteoroid ini dapat menabrak dengan energi setara dinamit seberat 3,2 kg.
Meteoroid yang lebih besar, seperti yang berdiameter 2,5 meter, juga terkadang menghantam Bulan, meskipun kejadian ini cukup jarang. Meteoroid tersebut bergerak dengan kecepatan luar biasa, berkisar antara 20 hingga 72 kilometer per detik. Dengan kecepatan yang sangat tinggi ini, tumbukan sering kali menghasilkan kilatan cahaya yang dapat terlihat dari Bumi. NASA memanfaatkan berbagai teknologi untuk meneliti dampak dari tumbukan tersebut. Salah satu alat yang digunakan adalah pesawat ruang angkasa Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO), yang mengorbit Bulan dan mengamati kawah-kawah yang terbentuk akibat tumbukan meteoroid.
Hasil pengamatan dari LRO menunjukkan, bahkan meteoroid kecil dengan berat sekitar 5 kilogram dapat menciptakan kawah dengan diameter mencapai 9 meter. Temuan ini menunjukkan meskipun ukurannya kecil, energi yang dihasilkan saat tumbukan meteoroid sangat besar. Dengan luas permukaan sekitar 38 juta kilometer persegi, Bulan memiliki banyak area yang dapat menampung kawah-kawah hasil tumbukan tersebut.
Miliki 9.000 Kawah
Bulan memiliki lebih dari 9.000 kawah yang tersebar di permukaannya. Dengan banyaknya kawah tersebut, satelit alami Bumi ini sering kali tampak memiliki banyak bopeng. Selain itu, distribusi kawah di bulan tidak merata, di mana satu sisi memiliki lebih banyak kawah dibandingkan sisi lainnya.
Hantaman objek luar angkasa yang terjadi sekitar 4,3 miliar tahun lalu telah mengubah kondisi permukaan Bulan secara signifikan. Penelitian terbaru menunjukkan kawah-kawah tersebut tidak tersebar merata di seluruh permukaan Bulan. Sisi jauh Bulan, yang tidak pernah terlihat dari Bumi, memiliki jumlah kawah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan sisi dekatnya.
Sebaliknya, sisi dekat Bulan memiliki lebih sedikit kawah karena permukaannya tertutup oleh mare atau lunar maria. Mare adalah dataran lava padat yang luas dan gelap di Bulan, yang terlihat seperti bercak gelap ketika diamati dari Bumi. Dataran lava ini kemungkinan besar menutupi kawah-kawah yang seharusnya ada di sisi dekat Bulan.
Di sisi lain, sisi jauh Bulan hampir tidak memiliki lunar maria, sehingga kawah-kawahnya masih dapat terlihat dengan jelas. Banyak ilmuwan berpendapat lunar maria terbentuk setelah terjadinya tabrakan besar sekitar 4,3 miliar tahun lalu, yang menciptakan cekungan Kutub Selatan-Aitken atau South Pole Aitken basin (SPA).
SPA adalah kawah besar dengan diameter maksimum sekitar 2.574 km dan kedalaman maksimum 8,2 km, yang merupakan lubang terbesar di Bulan. Para ilmuwan mengetahui medan lava di sisi dekat Bulan berasal dari mantelnya, berdasarkan sampel yang diambil dari misi Apollo.
Misi tersebut berhasil membawa pulang sampel bulan yang mengandung unsur-unsur radioaktif seperti kalium, fosfor, dan thorium yang menghasilkan panas. Material ini diduga banyak terkandung di dalam mantel Bulan. Melalui simulasi komputer, para ilmuwan menemukan SPA dapat menciptakan gumpalan panas di dalam mantel yang mendorong unsur-unsur radioaktif menuju kerak. Ketika sebuah batu luar angkasa bertabrakan dengan Bulan, lava dari mantel dapat mengalir dan menutup kawah-kawah tumbukan yang lebih tua. Akibatnya, satu sisi Bulan menjadi memiliki lebih sedikit kawah.