Putusan MK Perketat Aturan PHK, Perusahaan Tak Bisa Sepihak Pecat Karyawan
Putusan ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024, yang salah satu poin utamanya menyentuh mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengabulkan sebagian gugatan serikat pekerja terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Putusan ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024, yang salah satu poin utamanya menyentuh mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
- Pesan Tegas Menko Polkam Budi Gunawan ke Ketua KPK Baru: Sinergi dengan Semua Perangkat Penegak Hukum
- Soal Putusan MK Ubah Aturan Pilkada, PPP: Lagi-lagi Memberikan Kejutan di Detik Menuju Pencalonan
- Soal Putusan MK Ubah Aturan Pilkada, Komisi II dan KPU Akan Rapat Senin Pekan Depan
- Pegawai Kena PHK, Menteri Ida Ingatkan Perusahaan untuk Penuhi Hak-Hak Karyawan Ini
MK menyoroti Pasal 151 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UU Ciptaker, yang selama ini mengatur bahwa PHK dilakukan sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa frasa tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Menyatakan frasa 'pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial' dalam Pasal 151 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945," bunyi putusan yang dikutip pada Kamis (7/11).
Selama ini, pekerja yang menerima pemberitahuan PHK dari perusahaan namun menolak keputusan tersebut dapat membawa kasusnya ke perundingan bipartit antara perusahaan dan pekerja atau serikat pekerja.
Apabila perundingan tersebut menemui jalan buntu, proses PHK kemudian dilanjutkan melalui mekanisme penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Perubahan Putusan MK
Dalam putusannya, MK memperjelas dan mengubah ketentuan tersebut. Kini, PHK hanya dapat dilakukan jika lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial telah mengeluarkan keputusan yang bersifat final dan mengikat.
"Tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, 'Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan maka Pemutusan Hubungan Kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap," tegas putusan itu.
Lebih lanjut, putusan ini dipandang sebagai langkah maju dalam melindungi hak-hak pekerja.
Dengan adanya mekanisme yang lebih ketat, perusahaan tidak dapat secara sepihak memutus hubungan kerja tanpa melalui proses hukum yang jelas dan adil.