Putusan MK soal Umur Calon Kepala Daerah Dinilai Kental Nuansa Politis
MK sebelumnya menegaskan, syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan yang bersangkutan
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Hukum dan Konstitusi (LKSHK) Ubaidillah Karim menilai ada unsur politis di balik pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pencalonan kepala daerah minimal 30 tahun dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh KPU.
"Ada nuansa politis yang kuat di balik putusan MK," kata Ubaidillah.
MK sebelumnya menegaskan, syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Hal ini menjadi pertimbangan MK dalam putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Anthony Lee dan Fahrur Rozi.
Penegasan MK ini berkebalikan dengan tafsir hukum yang dilakukan Mahkamah Agung (MA) belum lama ini.
Melalui putusan nomor 24 P/HUM/2024, MA mengubah syarat usia calon dari sebelumnya dihitung dalam Peraturan KPU (PKPU) saat penetapan pasangan calon, menjadi dihitung saat pelantikan calon terpilih.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada. Hasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD, dengan syarat tertentu.
Putusan atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut telah dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8). MK menyatakan, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada inkonstitusional.