Realisasi Penggunaan Energi Bersih di Indonesia Baru 13,9 Persen, Masih Jauh dari Target
Rendahnya realisasi bauran EBT ini tak lepas dari belum tercapainya target investasi di sektor energi hijau.
Bauran energi bersih di Indonesia sepanjang semester I-2024 belum mencapai target. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi mencatat bauran energi baru terbarukan (EBT) sepanjang Januari-Juni tahun ini baru mencapai 13,93 persen.
Artinya, jumlah tersebut sekitar 71,4 persen dari target bauran energi bersih. Padahal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) angkanya harus mencapai 19,5 persen.
- Target Pemakaian Energi Hijau Masih Jauh dari Impian, Ini Sederet Alasannya
- Menteri Arifin Pesimis Target Bauran EBT Tercapai Tahun Depan, Ini Alasannya
- Pemerintah Turunkan Target Bauran Energi Baru Terbarukan, Apa Dampaknya?
- Konsumsi Energi Fosil Masih Terus Naik, Target Bauran EBT Turun Jadi 17 Persen di 2025
"Kalau kita lihat capaian di 2024 saat ini itu di 13,93 persen. Bauran EBT kita tahun depan 2025 sekiranya bisa tercapai 23 persen sesuai dengan KEN dan sebelumnya adalah 19,5 persen," terang Eniya dalam sesi temu media di kantornya, Jakarta, Senin (9/9/2024).
Rendahnya realisasi bauran EBT ini tak lepas dari belum tercapainya target investasi di sektor energi hijau. Sebagai perbandingan, investasi EBT di Indonesia pada 2023 lalu mencapai USD1,48 miliar. Sementara hingga Agustus 2024, realisasinya baru mencapai kisaran USD580 juta, atau baru memenuhi 46,8 persen dari target USD1,23 miliar.
"Itu kalau kita lihat ada investasi yang belum tercapai, lalu komitmen untuk menjalankan investasi tersebut. Termasuk, infrastruktur yang saat ini kita dorong dan saat ini kita ingin capaian yang lebih jelas lagi," imbuh Eniya.
Butuh Dana Rp219 Triliun Untuk Capai Target Bauran Kebijakan Energi Bersih
Sebelumnya, Eniya menyampaikan, Indonesia butuh suntikan investasi dana USD14,2 miliar atau setara Rp219,96 triliun dalam rangka meningkatkan kapasitas listrik dari sumber EBT.
Suntikan investasi itu diperlukan guna mendongkrak kapasitas listrik EBT menjadi 8,2 gigawatt (GW), sebagai upaya memenuhi komitmen Indonesia dalam Paris Agreement dan target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
"Kita memerlukan investasi hingga tahun depan (2025) investasi hingga US$14,2 miliar guna menaikkan kapasitas dari renewable itu hingga 8,2 gigawatt," ujar Eniya beberapa waktu lalu.
Suplai dana ini diperlukan guna meningkatkan bauran energi terbarukan dari 13 persen menjadi setidaknya sebesar 21 persen pada 2025. Dia mengklaim bahwa peningkatan bauran EBT tahun depan perlu dana investasi yang sangat besar.
"Jadi memang perlu dana yang besar, tetapi bukan tidak mungkin," tegas Eniya.
Sumber Energi EBT Melimpah di Indonesia
Menurut dia, ada beberapa sumber energi terbarukan yang melimpah, mulai dari solar atau surya sebesar 3.294 GW, angin 155 GW, air 95 GW, arus laut 63 GW, BBN 57 GW, serta panas bumi sebesar 23 GW.
Khusus untuk panas bumi, mengingat perannya yang sangat besar untuk mewujudkan NZE, Eniya telah menawarkan pengembangannya kepada investor. Saat ini, sumber daya panas bumi baru termanfaatkan baru 2,6 GW dari potensi sekitar 23 GW.
"Sehingga ketersediaannya untuk dimanfaatkan masih sangat terbuka, sudah kita tawarkan ke berbagai pihak dan sekarang sudah ada yang di-develop. Ada yang masih kita tawarkan kepada investor yang berminat mengembangkan panas bumi di Indonesia," tuturnya.