Riset: 67 Persen Penduduk di Indonesia Lebih Banyak Belanja Offline
Masih banyak masyarakat yang lebih senang belanja offline dibanding belanja online.
Masih banyak masyarakat yang lebih senang belanja offline dibanding belanja online.
Riset: 67 Persen Penduduk di Indonesia Lebih Banyak Belanja Offline
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengatakan, usaha mikro kecil menengah (UMKM) telah lama menjadi tulang punggung bagi perekonomian Indonesia. Sebab, sektor ini berkontribusi signifikan terhadap PDB dan lapangan kerja.
- Cara Mengecek Apakah KTP Anda Digunakan untuk Pinjol atau Tidak
- Pangkas Kesenjangan Digital, 1.000 Lokasi di Indonesia Timur Bakal Kebagian Internet Berbasis Satelit
- Kadin soal Revisi Permendag 50 Tahun 2020: Bentuk Kepedulian Pemerintah ke Toko Offline UMKM
- Begini Perubahan Perilaku Berbelanja Masyarakat dari Tahun ke Tahun
"Pemerintah sangat menekankan inisiatif untuk mengangkat UMKM dengan menawarkan mereka sumber daya dan peluang untuk berkembang. Perjalanan dari usaha kecil menuju merek nasional yang berkembang memiliki banyak aspek, dan laporan ini merupakan langkah yang baik untuk memicu diskusi dan pertukaran ide yang diperlukan agar UMKM dapat berkembang," ungkap Teten.
Merdeka.com
Pertumbuhan e-commerce di Indonesia telah memberikan dampak besar pada perekonomian dalam dekade terakhir.
Meski demikian, transaksi offline masih memiliki persepsi yang lebih positif di kalangan konsumen dibandingkan dengan belanja online.
"Sektor e-commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat selama satu dekade lalu, apalagi di tengah pandemi Covid-19. Namun laporan ini menunjukkan bahwa e-commerce masih belum melampaui signifikansi ritel tradisional, terlihat dari hanya satu dari tiga masyarakat Indonesia yang aktif menggunakan e-commerce" kata Co-Founder dan CEO Evermos, Ghufron Mustaqim, dalam keterangan tertulis, Senin (2/10/2023).
Dalam laporan Katadata Insight Center dan Evermos berjudul 'Beyond the Digital Frontier: Bagaimana Saluran Offline Memacu Kemajuan Merek Lokal' menemukan, meskipun dibantu pertumbuhan e-commerce yang pesat, UMKM masih menghadapi banyak tantangan dalam perkembangan bisnisnya.
UMKM mencakup 99 persen bisnis di Indonesia dan menyumbang 61,9 persen terhadap total PDB Indonesia pada tahun 2022, namun banyak bisnis yang kesulitan bersaing dengan pemain besar karena faktor-faktor seperti terbatasnya inovasi, terbatasnya akses pasar, dan kesulitan dalam meningkatkan skala usaha. Walaupun UMKM telah menerapkan upaya transformasi digital dan saluran distribusi online, kesulitan yang mereka hadapi saat berekspansi ke kota-kota kecil di Indonesia, yang merupakan rumah bagi sekitar 87 persen penduduk Indonesia, masih belum terselesaikan.
"Laporan ini menunjukkan pola yang konsisten di antara merek-merek unggulan nasional: semakin besar suatu merek tumbuh, semakin besar pula kontribusi dari saluran offline. Meskipun saluran online penting untuk pertumbuhan di era digital, market leader adalah merek yang memiliki akar kuat di saluran offline," kata Direktur Riset Katadata Insight Centre, Gundy Cahyadi.
"Merek-merek terkemuka yang diakui secara nasional menyadari pentingnya memiliki strategi connected commerce, sehingga memudahkan konsumen untuk berpindah antara saluran online dan offline secara terintegrasi. Oleh karena itu, merek-merek yang sedang naik daun tidak boleh mengabaikan manfaat saluran offline terhadap kinerja bisnis, mengingat dinamika pasar di Indonesia," jelas Gundy.
Studi ini menghasilkan lima kesimpulan utama:
1. E-commerce, meskipun berdampak besar dan menjadi fokus perhatian dalam dekade terakhir, masih merupakan bagian kecil dari perekonomian Indonesia. Dua dari tiga masyarakat Indonesia bukan pengguna aktif e-commerce.
2. Konsumen pada umumnya lebih menyukai saluran offline dibandingkan saluran online, meskipun saluran online menawarkan pilihan harga yang lebih baik. Masih rendahnya faktor kepercayaan membuat non-pengguna tidak tertarik berbelanja online. Di antara non-pengguna e-commerce, 85% enggan berbelanja online karena kekhawatiran terhadap kualitas produk yang dijual online; 79% khawatir barang tidak sampai dalam kondisi baik; dan 79% khawatir akan penipuan dalam transaksi online.
3. Merek-merek national champion, terutama yang memiliki penjualan tahunan melebihi Rp 500 miliar, telah membangun kehadiran yang kuat di saluran offline, dan secara konsisten mengungguli rekan-rekan online mereka. Meskipun semua merek national champion sepakat bahwa strategi multichannel sangat penting untuk brand awareness dan memandang saluran online dan offline sama pentingnya, merek-merek national champion tetap mempertahankan kehadiran offline yang kuat untuk memenuhi permintaan nasional, terutama di kota-kota tier rendah.
4. Saluran offline tidak hanya berfungsi sebagai saluran distribusi. Saluran offline juga terbukti meningkatkan brand awareness dan loyalitas konsumen. Kesepuluh merek nasional yang diwawancarai sepakat bahwa saluran offline lebih efektif dalam menciptakan brand awareness. Merek yang ingin mempertahankan saluran online-nya dapat memanfaatkan connected commerce untuk memberikan kemudahan konsumen untuk memililih dan berpindah antara saluran offline dan online tanpa mengurangi experience belanjanya.
5. Inovasi sangat penting untuk mempertahankan unique selling point suatu merek dan menciptakan dampak jangka panjang di benak konsumen, baik dari segi inovasi produk maupun strategi pemasaran. Meskipun 10 merek nasional yang diwawancarai sepakat bahwa inovasi adalah prioritas utama, hanya 16% dari merek-merek baru yang disurvei mengindikasikan inovasi sebagai pendekatan pertumbuhan yang disukai.