Risiko Akibat Perubahan Iklim di RI Lebih Tinggi Dibanding Negara Lain
Biaya akibat cuaca ekstrem dapat mencapai 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam bentuk hilangnya peluang investasi, hambatan ekspor, impor wajib produk hijau dan terbatasnya akses pembiayaan global pada tahun 2050.
Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Akbar Fadzkurrahman mengatakan, Indonesia menghadapi risiko yang lebih tinggi dibandingkan negara lain akibat perubahan iklim. Biaya akibat cuaca ekstrem dapat mencapai 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam bentuk hilangnya peluang investasi, hambatan ekspor, impor wajib produk hijau dan terbatasnya akses pembiayaan global pada tahun 2050.
Kendati begitu, biaya tersebut dapat dikurangi secara signifikan menjadi 4 persen dari PDB selama tindakan mitigasi tersebut memenuhi target yang disepakati dalam paris agreement.
-
Bagaimana caranya agar iklim usaha di Indonesia bisa menjadi lebih baik di masa depan? Anggawira menuturkan, tantangan Indonesia ke depan dalam iklim usaha yaitu demografi. Menurutnya, demografi yang ada harus mendapatkan akselerasi yang cepat agar lapangan pekerjaan bisa lahir. Di satu sisi, lahirnya lapangan pekerjaan jika suasana dalam negeri kondusif, dan aman. "Sehingga investasi bisa masuk, ahli teknologi bisa masuk. Saya rasa hal-hal ini yang harus menjadi perhatian dan juga tantangan untuk pemerintahan ke depannya," ucapnya.
-
Apa kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia? Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenkopUKM) bulan Maret 2021, jumlah UMKM mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 61,07 persen atau senilai Rp8.573,89 Triliun.
-
Apa itu perubahan iklim? Menurut PBB, perubahan iklim adalah mengacu pada perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca. Pergeseran ini mungkin alami, seperti melalui variasi siklus matahari. Namun sejak tahun 1800-an, aktivitas manusia menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan fosil seperti batu bara, minyak dan gas.
-
Siapa yang berharap agar iklim usaha di Indonesia menjadi lebih baik? Para pengusaha pun berharap pemimpin negara selanjutnya bisa menciptakan iklim usaha di Indonesia menjadi lebih baik.
-
Apa penyebab utama perubahan iklim yang mengancam Indonesia? Lebih lanjut, Rheza menambahkan bahwa terjadinya perubahan iklim juga bersumber dari aktivitas umat manusia yang banyak menyumbang karbon dioksida yang menghasilkan efek gas rumah kaca."Sebenernya definisi dari perubahan iklim itu adalah akibat pada aktivitas dari manusia, terutama yang menggunakan sumber energi fosil," ujarnya seraya menambahkan, "Apalagi ditambah kita menghadapi emisi gas rumah kaca, gas rumah kaca itu contohnya karbon dioksida."
-
Bagaimana cara Indonesia memperkuat sistem kesehatan menghadapi perubahan iklim? Proyek GCF akan menyediakan pendanaan dan dukungan untuk 17 negara berkembang, salah satunya Indonesia, dalam memperkuat sistem kesehatan terhadap perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
"Risiko krisis iklim global tak mungkin terhindarkan, oleh karena itu transisi menuju ekonomi hijau menjadi sangat urgent untuk segera diimplementasikan," ujar Akbar, di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (26/10).
Menurutnya, transisi dari batubara menjadi salah satu langkah paling tepat uang dapat diambil untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim. Tetapi hingga saat ini batubara masih menjadi sumber energi listrik utama di Indonesia.
Melalui Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), batubara menykokong kapasitas hingga 36,98 Gigawatt (GW) yang setara dengan 50 persen dari total energi pembangkit listrik. "Selain risiko keuangan, risiko yang dapat dialami investor adalah penurunan peringkat utang PLN mengingat semakin intensnya komitmen terhadap implementasi ESG (Environment, Social, Governance) secara global," tutur Akbar.
Intensitas tersebut ditunjukkan dengan beberapa industri yang telah mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk meningkatkan ESG. Lebih dari 90 persen perusahaan S&P 500 dan sekitar 70 persen dari perusahaan Russell 1000 telah menerbitkan laporan ESG.
Adapun JP Morgan telah memiliki komitmen untuk mendukung praktik sustainable financing melalui pengembangan Carbon CompassSM sebagai sebuah metode yang bertujuan mengurangi intensitas karbon di proporsi portofolio. Jadi, PLN perlu lebih memperhatikan penerapan ESG.
"Sayangnya, karena komitmen pemerintah untuk membantu PLN apabila terjadi kesulitan likuiditas, sebagian pemegang obligasi tidak menyadari adanya risiko ini. Investor di pasar surat utang juga memiliki kontradiksi dengan komitmen untuk mendukung percepatan pensiun dini PLTU," lanjut dia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, memberikan rekomendasi kepada PLN berdasarkan kondisi yang terjadi.
Pertama, menahan pembangunan PLTU baru dalam rangka mengurangi risiko finansial dan nonfinansial yang muncul. Kedua, PLN diharapkan dapat melakukan komunikasi efektif dengan bondholders (pemegang obligasi) untuk mencegah penurunan peringkat utang PLN yang cukup vital bagi kelangsungan usaha PLN.
"Ketiga, mengintensifkan gerakan transisi energi bersih untuk mengakomodasi eksternalitas negatif dan risiko atas pembangunan PLTU baru yang masih menggunakan batu bara sebagai sumber energi utama," terang Bhima.
Baca juga:
Penduduk Negara Maju Diminta Hanya Makan Dua Burger Seminggu
Deretan Lukisan Seniman Dunia yang Jadi Sasaran Kemarahan Aktivis Iklim
Ancaman Perubahan Iklim Buat Gaya Hidup Masyarakat Berubah
Surut 32 Persen, Danau Terbesar di California Bisa Dilalui Kendaraan
Sri Mulyani Ajak Bank Dunia Terlibat Pulihkan Ekonomi RI
Karakteristik Iklim Kering dan Fakta Menariknya, Perlu Diketahui